MUKADIMAH

Dulu...mungkin seperti anda,saya antipati dengan Jemaah ini.....
tp ketika pertama kali iseng ke Markas,sungguh saya sangat terkesan....
berbagai macam tipe manusia dari berbabagi tingkatan ilmu,tingkatan kedudukan,
mantan penjahat,mantan narkoba,musisi,pejabat dan para Ustadz dari berbagai pesantren terkenal semua berbaur,
semua sama....seperti halnya org yang sedang ibadah haji....berbaur sama-sama mencari ridho Allah Swt....

Pertama kali keluar 3 hari....saya semakin terkesan dengan jemaah ini.....
mereka menekankan akan pemahaman pentingnya dakwah....mereka jg mempunyai 28 Ushul Dakwah...
yang diantaranya menekankan kita untuk tidak membicarakan politik,tidak membahas masalah khilafiyah (bedah paham di Islam)
kita harus hormat dan menghargai Ahli Da'wah (mubaligh),Ahli Ilmu (Kyai, Ustadz, Santri, dsb),
Ahli Dzikir (thariqot),ahli pengarang kitab (penulis buku, majalah, artikel, dsb)....dll....

Jemaah ini juga mengajarkan cara bagaimana kita bisa belajar dan mengamalkan Alqur'an dan hadits Rosululloh Saw
melalui 6 sifat sahabat...6sifat sahabat RA tersebut bukan merupakan wujud agama yang sempurna,
karena agama yang sempurna terkandung dalam al qur’an dan al hadits,tetapi apabila enam sifat para sahabat tersebut
ada dalam diri kita maka Allah SWT akan memberikan kemudahan kepada kita untuk mengamalkan agama secara sempurna.

Setelah keluar 3 hari juga saya jd tahu bahwa jemaah ini tidak punya nama,hanya semata usaha untuk mengamalkan agama secara sempurna.
tetapi masyarakat menamakan jemaah ini dengan nama Jamaah tabligh....masanya di sebut Karkun...
dan saya mulai mengerti kenapa kita harus ada niat untuk ke India,pakistan dan Bangladesh (IPB)...
bukan seperti isu yang di hembuskan oleh org lain,jemaah ini menekankan ke IPB bukan mengalihkan kiblat dari mekah ke IPB, atau
bukan memindahkan hajinya ke IPB,tp di IPB kita bisa belajar akan dakwah dan hidup 24 jam penuh dengan amalan mesjid : dakwah, ta’lim wa ta'lum, dzikir ibadah & khidmat.melihat kesabaran mereka,cara mereka memuliakan tamu padahal mereka tergolong penduduk yang miskin.....dll

Untuk lebih jelasnya silahkan baca kliping saya di bawah ini,yang saya rangkum,ringkas atau Copy paste dari blognya teman2 yang lainnnya....
Jazakallohu Khoiron...
subhaanakallaahumma wa bihamdika asyhadu allaa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik



Rabu, 27 Juli 2011

ADAB SEHARI-HARI

A.ETIKA BERTAMU

-Untuk orang yang mengundang:

1. Hendaknya mengundang orang-orang yang bertaqwa, bukan orang yang fasiq. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kamu bersahabat kecuali dengan seorang mu`min, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertaqwa”. (HR. Ahmad dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

2. Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersbda: “Seburuk-buruk makanan adalah makanan pengantinan (walimah), karena yang diundang hanya orang-orang kaya tanpa orang-orang faqir.” (Muttafaq’ alaih).

3. Undangan jamuan hendaknya tidak diniatkan berbangga-bangga dan berfoya- foya, akan tetapi niat untuk mengikuti sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam dan membahagiakan teman-teman sahabat.

4. Tidak memaksa-maksakan diri untuk mengundang tamu. Di dalam hadits Anas Radhiallaahu anhu ia menuturkan: “Pada suatu ketika kami ada di sisi Umar, maka ia berkata: “Kami dilarang memaksa diri” (membuat diri sendiri repot).” (HR. Al-Bukhari)

5. Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini bertentangan dengan kewibawaan.

6. Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi tampakkanlah kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka manis dan berbicara ramah.

7. Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu berarti menghormatinya.

8. Jangan tergesa-gesa untuk mengangkat makanan (hida-ngan) sebelum tamu selesai menikmati jamuan.

9. Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.

-Bagi tamu :

1. Hendaknya memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya kecuali ada udzur, karena hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam mengatakan: “Barangsiapa yang diundang kepada walimah atau yang serupa, hendaklah ia memenuhinya”. (HR. Muslim).

2. Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang faqir itu merupakan pukulan (cambuk) terhadap perasaannya.

3. Jangan tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi hadirlah pada waktunya, karena hadits yang bersumber dari Jabir Shallallaahu alaihi wa Sallam menyebutkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda:”Barangsiapa yang diundang untuk jamuan sedangkan ia berpuasa, maka hendaklah ia menghadirinya. Jika ia suka makanlah dan jika tidak, tidaklah mengapa. (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-Albani).

4. Jangan terlalu lama menunggu di saat bertamu karena ini memberatkan yang punya rumah juga jangan tergesa-gesa datang karena membuat yang punya rumah kaget sebelum semuanya siap.

5. Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu.

6. Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang apa saja yang terjadi pada tuan rumah.

7. Hendaknya mendo`akan untuk orang yang mengundangnya seusai menyantap hidangannya. Dan di antara do`a yang ma’tsur adalah : “Orang yang berpuasa telah berbuka puasa padamu. dan orang-orang yang baik telah memakan makananmu dan para malaikan telah bershalawat untukmu”. (HR. Abu Daud, dishahihkan Al-Albani). dan juga doa, “Ya Allah, ampunilah mereka, belas kasihilah mereka, berkahilah bagi mereka apa yang telah Engkau karunia-kan kepada mereka. Ya Allah, berilah makan orang yang telah memberi kami makan, dan berilah minum orang yang memberi kami minum”.


B.ETIKA MAKAN DAN MINUM

1. Berupaya untuk mencari makanan yang halal. Allah Subhanahu wata'ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu”. (Al-Baqarah: 172). Yang baik disini artinya adalah yang halal.

2. Hendaklah makan dan minum yang kamu lakukan diniatkan agar bisa dapat beribadah kepada Allah, agar kamu mendapat pahala dari makan dan minummu itu.

3. Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor, dan begitu juga setelah makan untuk menghilangkan bekas makanan yang ada di tanganmu.

4. Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada, dan jangan sekali-kali mencelanya. Abu Hurairah Radhiallaahu anhu di dalam haditsnya menuturkan: “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam sama sekali tidak pernah mencela makanan. Apabila suka sesuatu ia makan dan jika tidak, maka ia tinggalkan”. (Muttafaq’alaih).

5. Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan menyungkur. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda; “Aku tidak makan sedangkan aku menyandar”. (HR. al-Bukhari). Dan di dalam haditsnya, Ibnu Umar Radhiallaahu anhu menuturkan: “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah melarang dua tempat makan, yaitu duduk di meja tempat minum khamar dan makan sambil menyungkur”. (HR. Abu Daud, dishahihkan oleh Al-Albani).

6. Tidak makan dan minum dengan menggunakan bejana terbuat dari emas dan perak. Di dalam hadits Hudzaifah dinyatakan di antaranya bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “... dan janganlah kamu minum dengan menggunakan bejana terbuat dari emas dan perak, dan jangan pula kamu makan dengan piring yang terbuat darinya, karena keduanya untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk kita di akhirat kelak”. (Muttafaq’alaih).

7. Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila seorang diantara kamu makan, hendaklah menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta'ala dan jika lupa menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta'ala pada awalnya maka hendaknya mengatakan : Bismillahi awwalihi wa akhirihi”. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani). Adapun meng-akhirinya dengan Hamdalah, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah sangat meridhai seorang hamba yang apabila telah makan suatu makanan ia memuji-Nya dan apabila minum minuman ia pun memuji-Nya”. (HR. Muslim).

8. Hendaknya makan dengan tangan kanan dan dimulai dari yang ada di depanmu. Rasulllah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda Kepada Umar bin Salamah: “Wahai anak, sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah apa yang di depanmu. (Muttafaq’alaih).

9. Disunnatkan makan dengan tiga jari dan menjilati jari-jari itu sesudahnya. Diriwayatkan dari Ka`ab bin Malik dari ayahnya, ia menuturkan: “Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam makan dengan tiga jari dan ia menjilatinya sebelum mengelapnya”. (HR. Muslim).

10. Disunnatkan mengambil makanan yang terjatuh dan membuang bagian yang kotor darinya lalu memakannya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila suapan makan seorang kamu jatuh hendaklah ia mengambilnya dan membuang bagian yang kotor, lalu makanlah ia dan jangan membiarkannya untuk syetan”. (HR. Muslim).

11. Tidak meniup makan yang masih panas atau bernafas di saat minum. Hadits Ibnu Abbas menuturkan “Bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang bernafas pada bejana minuman atau meniupnya”. (HR. At-Turmudzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).

12. Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum. Karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Tiada tempat yang yang lebih buruk yang dipenuhi oleh seseorang daripada perutnya, cukuplah bagi seseorang beberapa suap saja untuk menegakkan tulang punggungnya; jikapun terpaksa, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minu-mannya dan sepertiga lagi untuk bernafas”. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).

13. Hendaknya pemilik makanan (tuan rumah) tidak melihat ke muka orang-orang yang sedang makan, namun seharusnya ia menundukkan pandangan matanya, karena hal tersebut dapat menyakiti perasaan mereka dan membuat mereka menjadi malu.

14. Hendaknya kamu tidak memulai makan atau minum sedangkan di dalam majlis ada orang yang lebih berhak memulai, baik kerena ia lebih tua atau mempunyai kedudukan, karena hal tersebut bertentangan dengan etika.

15. Jangan sekali-kali kamu melakukan perbuatan yang orang lain bisa merasa jijik, seperti mengirapkan tangan di bejana, atau kamu mendekatkan kepalamu kepada tempat makanan di saat makan, atau berbicara dengan nada-nada yang mengandung makna kotor dan menjijik-kan.

16. Jangan minum langsung dari bibir bejana, berdasarkan hadits Ibnu Abbas beliau berkata, “Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang minum dari bibir bejana wadah air.” (HR. Al Bukhari)

17. Disunnatkan minum sambil duduk, kecuali jika udzur, karena di dalam hadits Anas disebutkan “Bahwa sesungguhnya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang minum sambil berdiri”. (HR. Muslim).


C.ETIKA TIDUR DAN BANGUN

1. Berintrospeksi diri (muhasabah) sesaat sebelum tidur. Sangat dianjurkan sekali bagi setiap muslim bermuhasabah (berintrospeksi diri) sesaat sebelum tidur, mengevaluasi segala perbuatan yang telah ia lakukan di siang hari. Lalu jika ia dapatkan perbuatannya baik maka hendaknya memuji kepada Allah Subhanahu wata'ala dan jika sebaliknya maka hendaknya segera memohon ampunan-Nya, kembali dan bertobat kepada-Nya.

2. Tidur dini, berdasarkan hadits yang bersumber dari `Aisyah Radhiallahu'anha "Bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam tidur pada awal malam dan bangun pada pengujung malam, lalu beliau melakukan shalat".(Muttafaq `alaih)

3. Disunnatkan berwudhu' sebelum tidur, dan berbaring miring sebelah kanan. Al- Bara' bin `Azib Radhiallahu'anhu menuturkan : Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Apabila kamu akan tidur, maka berwudlu'lah sebagaimana wudlu' untuk shalat, kemudian berbaringlah dengan miring ke sebelah kanan..." Dan tidak mengapa berbalik kesebelah kiri nantinya.

4. Disunnatkan pula mengibaskan sperei tiga kali sebelum berbaring, berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiallahu'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Apabila seorang dari kamu akan tidur pada tempat tidurnya, maka hendaklah mengirapkan kainnya pada tempat tidurnya itu terlebih dahulu, karena ia tidak tahu apa yang ada di atasnya..." Di dalam satu riwayat dikatakan: "tiga kali". (Muttafaq `alaih).

5. Makruh tidur tengkurap. Abu Dzar Radhiallahu'anhu menuturkan :"Nabi Shallallahu'alaihi wasallam pernah lewat melintasi aku, dikala itu aku sedang berbaring tengkurap. Maka Nabi Shallallahu'alaihi wasallam membangunkanku dengan kakinya sambil bersabda :"Wahai Junaidab (panggilan Abu Dzar), sesungguhnya berbaring seperti ini (tengkurap) adalah cara berbaringnya penghuni neraka". (H.R. Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

6. Makruh tidur di atas dak terbuka, karena di dalam hadits yang bersumber dari `Ali bin Syaiban disebutkan bahwasanya Nabi Shallallahu'alaihi wasallam telah bersabda: "Barangsiapa yang tidur malam di atas atap rumah yang tidak ada penutupnya, maka hilanglah jaminan darinya". (HR. Al-Bukhari di dalam al-Adab al-Mufrad, dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

7. Menutup pintu, jendela dan memadamkan api dan lampu sebelum tidur. Dari Jabir ra diriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam telah bersabda: "Padamkanlah lampu di malam hari apa bila kamu akan tidur, tutuplah pintu, tutuplah rapat-rapat bejana-bejana dan tutuplah makanan dan minuman". (Muttafaq'alaih).

8. Membaca ayat Kursi, dua ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah, Surah Al-Ikhlas dan Al-Mu`awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas), karena banyak hadits-hadits shahih yang menganjurkan hal tersebut.

9. Membaca do`a-do`a dan dzikir yang keterangannya shahih dari Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, seperti : Allaahumma qinii yauma tab'atsu 'ibaadaka. "Ya Allah, peliharalah aku dari adzab-Mu pada hari Engkau membangkitkan kembali segenap hamba-hamba-Mu". Dibaca tiga kali.(HR. Abu Dawud dan di hasankan oleh Al Albani)

10. Dan membaca: Bismika Allahumma Amuutu Wa ahya. "Dengan menyebut nama- Mu ya Allah, aku mati dan aku hidup." (HR. Al Bukhari)

11. Apabila di saat tidur merasa kaget atau gelisah atau merasa ketakutan, maka disunnatkan (dianjurkan) berdo`a dengan do`a berikut ini : "A'uudzu bikalimaatillaahit taammati min ghadhabihi Wa syarri 'ibaadihi, wa min hamazaatisy syayaathiini wa an yahdhuruuna." Artinya, "Aku berlindung dengan Kalimatullah yang sempurna dari murka-Nya, kejahatan hamba-hamba-Nya, dari gangguan syetan dan kehadiran mereka kepadaku". (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh Al Albani)

12. Hendaknya apabila bangun tidur membaca : "Alhamdu Lillahilladzii Ahyaanaa ba'da maa Amaatanaa wa ilaihinnusyuur" Artinya, "Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah kami dimatikan-Nya, dan kepada-Nya lah kami dikembalikan." (HR. Al-Bukhari)


D.ADAB BUANG HAJAT

1. Segera membuang hajat.

2. Apabila seseorang merasa akan buang air maka hendaknya bersegera melakukannya, karena hal tersebut berguna bagi agamanya dan bagi kesehatan jasmani.

3. Menjauh dari pandangan manusia di saat buang air (hajat). berdasarkan hadits yang bersumber dari al-Mughirah bin Syu`bah Radhiallaahu 'anhu disebutkan " Bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila pergi untuk buang air (hajat) maka beliau menjauh". (Diriwayatkan oleh empat Imam dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

4. Menghindari tiga tempat terlarang, yaitu aliran air, jalan-jalan manusia dan tempat berteduh mereka. Sebab ada hadits dari Mu`adz bin Jabal Radhiallaahu 'anhu yang menyatakan demikian.

5. Tidak mengangkat pakaian sehingga sudah dekat ke tanah, yang demikian itu supaya aurat tidak kelihatan. Di dalam hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu 'anhu ia menuturkan: "Biasanya apabila Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam hendak membuang hajatnya tidak mengangkat (meninggikan) kainnya sehingga sudah dekat ke tanah. (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dinilai shahih oleh Albani).

6. Tidak membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah kecuali karena terpaksa. Karena tempat buang air (WC dan yang serupa) merupakan tempat kotoran dan hal-hal yang najis, dan di situ setan berkumpul dan demi untuk memelihara nama Allah dari penghinaan dan tindakan meremehkannya.

7. Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat, berdasarkan hadits yang bersumber dari Abi Ayyub Al-Anshari Radhiallahu'anhu menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: "Apabila kamu telah tiba di tempat buang air, maka janganlah kamu menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya, apakah itu untuk buang air kecil ataupun air besar. Akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau ke arah barat". (Muttafaq'alaih).

8. Ketentuan di atas berlaku apabila di ruang terbuka saja. Adapun jika di dalam ruang (WC) atau adanya pelindung / penghalang yang membatasi antara si pembuang hajat dengan kiblat, maka boleh menghadap ke arah kiblat.

9. Dilarang kencing di air yang tergenang (tidak mengalir), karena hadits yang bersumber dari Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara kamu buang air kecil di air yang menggenang yang tidak mengalir kemudian ia mandi di situ".(Muttafaq'alaih).

10. Makruh mencuci kotoran dengan tangan kanan, karena hadits yang bersumber dari Abi Qatadah Radhiallaahu 'anhu menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara kamu memegang dzakar (kemaluan)nya dengan tangan kanannya di saat ia kencing, dan jangan pula bersuci dari buang air dengan tangan kanannya." (Muttafaq'alaih).

11. Dianjurkan kencing dalam keadaan duduk, tetapi boleh jika sambil berdiri. Pada dasarnya buang air kecil itu di lakukan sambil duduk, berdasarkan hadits `Aisyah Radhiallaahu 'anha yang berkata: Siapa yang telah memberitakan kepada kamu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam kencing sambil berdiri, maka jangan kamu percaya, sebab Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak pernah kencing kecuali sambil duduk. (HR. An-Nasa`i dan dinilai shahih oleh Al- Albani). Sekalipun demikian seseorang dibolehkan kencing sambil berdiri dengan syarat badan dan pakaiannya aman dari percikan air kencingnya dan aman dari pandangan orang lain kepadanya. Hal itu karena ada hadits yang bersumber dari Hudzaifah, ia berkata: "Aku pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam (di suatu perjalanan) dan ketika sampai di tempat pembuangan sampah suatu kaum beliau buang air kecil sambil berdiri, maka akupun menjauh daripadanya. Maka beliau bersabda: "Mendekatlah kemari". Maka aku mendekati beliau hingga aku berdiri di sisi kedua mata kakinya. Lalu beliau berwudhu dan mengusap kedua khuf-nya." (Muttafaq alaih).

12. Makruh berbicara di saat buang hajat kecuali darurat. berdasarkan hadits yang bersumber dari Ibnu Umar Shallallaahu 'alaihi wa sallam diriwayatkan: "Bahwa sesungguhnya ada seorang lelaki lewat, sedangkan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam. sedang buang air kecil. Lalu orang itu memberi salam (kepada Nabi), namun beliau tidak menjawabnya. (HR. Muslim).

13. Makruh bersuci (istijmar) dengan mengunakan tulang dan kotoran hewan, dan disunnatkan bersuci dengan jumlah ganjil. Di dalam hadits yang bersumber dari Salman Al-Farisi Radhiallaahu 'anhu disebutkan bahwasanya ia berkata: "Kami dilarang oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam beristinja (bersuci) dengan menggunakan kurang dari tiga biji batu, atau beristinja dengan menggunakan kotoran hewan atau tulang. (HR. Muslim).

14. Dan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam juga bersabda: " Barangsiapa yang bersuci menggunakan batu (istijmar), maka hendaklah diganjilkan."

15. Disunnatkan masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan berbarengan dengan dzikirnya masing-masing. Dari Anas bin Malik Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwa ia berkata: "Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila masuk ke WC mengucapkan : "Allaahumma inni a'udzubika minal khubusi wal khabaaits" Artinya, "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari pada syetan jantan dan setan betina".

16. Dan apabila keluar, mendahulukan kaki kanan sambil mengucapkan : "Ghufraanaka" (ampunan-Mu ya Allah).

17. Mencuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat. Di dalam hadis yang bersumber dari Abu Hurairah ra. diriwayatkan bahwasanya "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam menunaikan hajatnya (buang air) kemudian bersuci dari air yang berada pada sebejana kecil, lalu menggosokkan tangannya ke tanah. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).

ADAB-ADAB BERDO'A

Allah ta’ala berfirman:
“ Dan Rabb kalian berfirman: Berdoalah kalian kepada-Ku , niscaya akan Saya kabulkannya bagi kalian. Sesungguhnya ornag-orang yang berlaku sombong dalam beribadah kepada-Ku akan mereka akan masuk kedalam neraka jahannam dalam keadaan hina “ ( Ghafir : 60 )
Allah ta’ala berfirman :
“ Dan siapakah yang akan menjawab seorang yang dalam kesusahan disaat dia berdoa, dan yang menyingkap segala keburukan … “ ( An-Naml : 62 )
Allah ta’ala berifrman :
“ Berdoalah kalian kepada Rabb kalian dnegan penuh ketundukan, dengan suara yang lirih/disamarkan. Sesungguh-Nya Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas “ ( Al-A’raf : 55 )
Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Tidak ada satupun yang dapatmencegah ketentuan tkadir selain doa. Dan tidak satupun yang akan menambah umur selain perbuatan baik “
Di antara adab-adab berdoa :
1. Berdoa adalah ibadah
Dalam firman Allah ta’ala :
“ Dan Rabb kalian berfirman: Berdoalah kalian kepada-Ku , niscaya akan Saya kabulkannya bagi kalian. Sesungguhnya ornag-orang yang berlaku sombong dalam beribadah kepada-Ku akan mereka akan masuk kedalam neraka jahannam dalam keadaan hina “ ( Ghafir : 60 )
Merupakan dalil yang paling jelas menunjukkan bahwa doa tidak diperbolehkan dipalingkan kecuali kepada Allah ‘azza wajalla. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berargumen dengan ayat ini dalam menaytakan bahwa doa adalah ibadah kepada Allah subhanahuw ata’ala. Didalam hadits An-Nu’man bin Bsyir dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ketika menafsirkan firman Allah ta’ala :
“ Dan Rabb kalian berfirman: Berdoalah kalian kepada-Ku , niscaya akan Saya kabulkannya bagi kalian. “ ( Ghafir : 60 )
Beliau bersabda : “ Doa adalah ibadah, dan beliau membaca firman Allah ta’ala :
“ Dan Rabb kalian berfirman: Berdoalah kalian kepada-Ku , niscaya akan Saya kabulkannya bagi kalian. “ hingga firman Allah : “ Dalam keadaan hina “ ( Ghafir : 60 )
Dari sinilah menjadi jelas bahwa barang siapa yang tidak berdoa kepada Allah, atau dia berdoa kepada selain Allah meminta sesuatu yang tidak seorangpun sanggup melakukannya kecuali Allah, maka dia adalah seorang yang sombong dalam peribadatan kepada-Nya
2. Keutamaan Berdoa
Diantara sekian hal yang diperoleh seorang yang berdoa melalui doanya adalah bahwa doa tersebut merupakan manifestasi Tauhid kepada Allah yang merupakan sebabkeselamatan dan keberuntungan seorang hamba. Dikarenakan seorang yang berdoa yang menyerahkan doa dan permohonannya kepada Allah tidak kepada selain-Nya dan ikhlas didalam doanya kepada Allah, berarti dia telah merealisasikan salah satu aspek Tauhid kepada Allah yaitu bahwa doa adalah salah satu iabdah kepada Allah semata yang tidak dipalingkan kecuali kepada-Nya.
Dan diantara keutamaan doa bagi seorang yangberdoa, bahwa yang berdoa akan merasakan manisnya bermunajat kepada Allah. Merendahkan diri dihadapan-Nya. Karena kepasrahan dihadapan Ar-Rabb memohon dan berdoa kepada-Nya akan meberi kelezatan yang tidak dapat digambarkan.
Ibnul Qayyim mengatakan : “ Sebagian ahli makrifah mengatakan: Saya mempunyai kebutuhan kepada Allah, lalu saya memohon kepada-Nya, dan dibukakan kepadaku dari munajat saya kepada-Nya dan makrifahku, kerendahan diriku dihadapan-Nya, dan berkeluh kesah dihadapan-Nya , segala sesuatu yang ketentuannya diakhirkan kepadaku dan hal tersebut berlaku secara terus menerus bagiku
Diantara keutamaan berdoa, bahwa doa akan dapat menahan takdir dan ketentuan Allah, seperti yang telah shahih diriwayatkan didalam hadits yang shahih, bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Tidak satupun yang dapat menolak ketentuan Allah selain doa, dan tidak satupun yang dapat memanjangkan umur selain perbuatan baik “
Maknanya : Bahwasanya doa menjadi sebab dalam menolak ketentuan Allah, seorang yang sakit berdoa kepada Rabbnya akhirnya dia sembuh dengan sebab doanya. Menurut penelitian dan perenungan kita dapati bahwa setiap perkara kembalinya kepada ketentuan Allah dan takdir-Nya. Dan Allah subhanahu wata’ala adalah dzat yang menetukan takdir bahwa sifulan kan emndeita sakit, kemudian memberikan liham, taufik dan memberi takdir-Nya kepada dia untuk berdoa dalam rangka menolak musibah dan kemudharatan pada dirinya, kemudian Allah menyembuhkannya. Dengan demikian perkara itu kembali kepada ketentuan Allah dan takdir-Nya diawal dan akhir. Dan secara gambaran yang zhahir bahwa doa menolak ketentuan takdir Allah
3. Berbakti kepada kedua orangtua adalah salah satu sebab diterimanya doa
Berbakti kepada kedua orangtua adalah salah satu sebab yang agung yang dengannya dikabulkan sebuah doa, dan dia termasuk amalan shalihah paling utama yang dilakukan oleh seorang muslim. Sungguh terjalin nash-nash yang terdapat dalam Al-Kitab dan As-Sunnah atas penjelasan keutamaan dan bekasnya yang terpuji, oleh karena itu berbuat baik kepada orangtua atau salah satunya dan menyesuaikan dengan kebaikan secara kontinyu, maka hal itu dicintai oleh masyarakat ketika Allah meletakkan dalam hati seorang hamba dari kecintaannya, dan dia dengan hal tersebut amatlah dekat dengan perealisasian diterima doanya .
Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu,beliau berkata : Saya mendengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amir dari bagian penduduk Yaman dari bani Muraf dari kabilah Qarn. Beliau pernah menderita penyakit kulit yang kemudian sembuh kecuali bagian sebesar keping dirham. Beliau memili seorang ibu yang beliau berbakti kepadanya, seandainya dibagikannya kepada Allah niscaya Allah akan berbuat baik kepadanya. Jika engkau mampu untuk meminta ampunan darinya maka lakukanlah … “
Demikian pula hadits Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma dalam kisah tiga orang yang terpernagkap didalam seuah goa dipadang pasir. Maka salah seorang diantara mereka mengatakan: “ Yaa Allah sesungguhnya saya mempunyai dua orangtua yang telah lanjut usia, dan juga beberapa anak yang masih kecil yang selalu dalam pengasanku. Apabila mereka telah beristirahat maka saya kemudian emerah susu, yang saya memulai memberikannya kepada dkedua orang tuaku lalu kemudian kepada anakku. Dan suatu ketika beberapa pohon telah menyuusahkanku, hingga saya tidaklah tiba kecuali hari telah senja,danmenjumpai kedua orang tuaku telah tertidur. Kamudian saya memerah susu sebagaimana biasaya. Lalu saya membawakannya keatas kepala mereka dan membenci membangunkan mereka berdua dari tidurnya. Dan juga saya tidak menyenangi memulia dengan anak-anakku, sementara mereka bergelantungan dikakiku. Demikianlah keadaanku dan juga anak-anak tersebut hingga terbit fajar. Apabila Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya saya melakukan hal itu untuk mendapatkan keridhaan-Mu maka keluarkanlah kami , agar kami dapan melihat langit. Maka Allah memberi mereka celah hingga mereka dapat melihat langit … al-hadits “

4. Disunnahkan untuk mengedepankan amal-amal shalih diawal doa
Seperti shalat, zakat, sedekah, silaturrahim dan lain amal-amal ibadah lainnya yang akan emndatangkan ekcintaan Allah kepada hamba dan yang akan mendekatkan hamba kepada-Nya. Kecintaan Allah kepada hamba berarti keridhaan-Nya , bantuan dan pertolongan-Nya serta pengabulan doanya. Sedangkan kemurkaan Allah kepada seorang hamba yang dimaksud adalah menolak doanya, menghinakannya serta kemurkaan kepadanya. Apabila salah seorang hamba mendirikan shalat kemudian dia berdoa, ataukah berpuasa kemudian berdoa, atau menyambung silaturrahim kemudian berdoa, maka hal itu akan lebih mendekatkan dia kepada pengabulan doanya dan diterimanya doa tersebut. Wallahu a’lam.
5. Memperbanyak amal-amal ibadah yang sunnah selain pengerjaan ibadah yang wajib merupakan salah satu sebab terkabulnya doa
Memperbanyak amal-amal ibadah yang sunnah selain pengerjaan ibadah yang wajib merupakan, seperti shalat sunnah, puasa sunnah, sedekah yang sunnahdna amal-amal ibadah sunnah lainnya akan mengantarkan pada pengabulan doa hamba yang senantiasa beribadah ini diadapan Rabbnya dengan wasilah mal-amal ibadah sunnah tersebut selain amal-amal ibadah yang wajib.
Tuntunan tersebut terdapat didalam hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa beliau berkaa : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Sesungguhnya Allah berfirman : Barang siapa yang melampaui batas mengambil selain-Ku sebagai penolong maka sungguh Aku telah mengizinkan perang baginya. Dan tidaklah seorang hamba beribadah kepada-Ku dengan suatu amalan lebih Aku cintai dari pada amal-amal yang telah Aku wajibkan abginya. Dan salah seorang hamba-Ku akan selalu beribadah kepada-Ku dengan amal-amal yang sunnah hingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengaran yang dipergunakannya untuk mendengar , dan penglihatannya yang dipergunakannya untuk melihat, tangannya yang dipergunakannya untuk bekerja, dan kakinya yang dipergunakannya untuk melangkah bejalan. Dan apabila dia memohon kepada-Ku niscaya Aku akan mengabulkannya, dan apabila dia meminta perlindungan kepada-Ku niscaya Aku akan meberinya perlindungan. Dan tidaklah ada sesuatu yang menjadikan-Ku bimbang sebagaimana kebimbangan-Ku pada diri seorang mukmin, dia membenci kematian namun Aku membenci keburukannya “
6. Disunnahkan menghadap kearah kiblat disaat berdoa
Seaik-baik bagian dimuka bumi adalah arah Baitullahi Haram. Kesanalah setiap orang yang shalat menghadap kan wajahnya disaat mendirikan shalat. Dan diantara mereka ada yang menghadap disaat berdoa. Dan hal tersebut telah dicontohkan oleh para generasi Salaf, bahkan sebaik-baik generasi Salaf, yakni Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dimana beliau menghadap kearah kiblat disebagian doa beliau. Diantara doa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kaum kafir Quraisy. Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu meriwayatkan beliau berkata : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengahdap kearah Ka’bah dan mendoakankeburukan kepada beberapa orang Quraisy, kepada Syaibah bin Rabi’ah, ‘Utbah bin Rabi’ah, Al-Walid bin’Utbah danAbu Jahl bin Hisyam. Saya mepersaksikan kepada Allah, saya telah melihat mereka pingsan setelah terbakar terik matahari dan pada saat itu hari yang panas
Dan diantara doa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yakni ketika terjadi peristiwa perang Badar. Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu mengatakan: Ketika terjadi eprang Badar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memandang kepada kaum musyrikin yang berjumlah seribu orang sementara sahabat beliau hanyalah berjumlah tiga ratus tiga belas orang. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap kearah kiblat kemudian mengangkat kedua tangan beliau dan beliau lalu berdoa kepada Rabb-nya: Allahumma tunaikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepada-Ku … al-hadits “
7. Disunnahkan mengangkat kedua tangan sewaktu berdoa
Dari hadits Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu diatas dapat diambil faedah sunnahnya mengangkat tangan sewaktu berdoa, berdasarkan perkataan Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu : “ Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya.
Demikian juga yang dilakukan oleh Ibnu Umar Radhiallahu ‘anhuma, beliau mengangkat kedua tangannya smabil menghadap kearah kiblat setelah melontar al-jumrah al-ula, al-wustha dan ash-shugra. Beliau melontar al-jumrah di Al-’Aqabah dan tidak berhenti ditempat tersebut, kemudian beliau berpaling dan mengatakan: “ Demikianlah yan saya melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya “
Masalah: Yang menjadi persoalan adalah hadits Anas radhiallahu ‘anhu terdahulu yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengangkat kedua tangannya dalam doa beliau kecuali pada shalat istisqa`. Dimana beliau mengangkat kedua tangannya hinga terlihat kedua ketiak beliau yang putihLantas bagaimanakah menyelaraskan antara perkataan Anas radhiallahu ‘anhu ini dan perbuatanNabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tnagannya ketika berdoa pada beberapa tempat ?
Jawab: Ibnu hajar mengatakan: “ Perkataan beliau : “ kecuali pada shalat istisqa` “, secara zhahir hadits meniadakan mengangkat tangan pada setiap doa kecuali pada doa disaat shalat istisqa`. Dan hal tersebut bertentangan dengan beberapa hadits yang shahih yang menyebutkan mengangkat tangan diselain shalat istisqa` … Sebagian ulama berpendapat bahwa mengamalkan hadits-hadits tersebut lebih utama, dan menggiring pemahaman hadits Anas radhiallahu ‘anhu kepada peniadaan apa yang beliau saksikan, yang mana tidak menampik bahwa selainnya telah melihat. Sebagian ulama lainnya menafsirkan hadits Anas tersebut – untuk menyelaraskan maknaya – bahwa hadits tersebut dipahami pada sifat tertentu … “ Dibagian lain beliau – Ibnu Hajar – mengatakan : “ Dan maksudnya adalah pembatasan tata cara mengangkat tangan pada cara tertentu bukan peniadaan hukum dasar mengangkat tangan, karena hal tersebut amalan yang shahih dari beliau .



8. Disunnahkan berdoa dengan suara yang lirih
Allah ta’ala berfirman:
“ Dan berdoalah kalian kepada Rabb kalian dnegna penuh ketundukan dan dengan suara yang lirih “ ( Al-A’raaf : 55 )
Allah subhanahu wata’ala memerintahkan setiap hamba-Nya ntuk bersungguh-sungguh dalam berdoa dengan suara yang lirih dan tidak diperdengarkan serta tidak mengeraskannya.Menyamarkan suara ketika berdoa meruapka bentuk suatu etika dan keikhlasan yang sangat tinggin, dan akan mendekatkan kepada terkabulnya doa seorang yang berdoa.
Ibnu Taimiyah mengatakan : Kaum muslimin terdahulu telah demikian bersungguh-sungguh dalam berdoa namun tidaklah terdengan suara doa mereka, yakni doa mereka hanyalah berupa desahan antara mereka dan Rabb mereka ‘azza wajalla . Allah ta’ala berifrman:
“ Dan berdoalah kalian kepada Rabb kalian dengan fpenuh ketundukan dan dengan suara yang lirih “ ( Al-A’raf : 55 )
Dan Allah telah pula menyebutkan tentang seorang hamba yang shalih dan ridha dengan perbuatannya, Allah berfirman:
“ Ketika dia menyeru kepada Rabb-nya dengan seruan yang lirih “ ( Maryam: 3 )
Faedah : Menyamarkan doa mengandung beberapa faedah. Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan beberapa diantaranya, yang pada intinya sebagai berikut:
Pertama: Merupakan keimanan yang paling utama. Karena yang melakukannya mengetahui bahwa Allah mendengar doa yang disamarkan.
Kedua: Etika dan epgnagungan yang paling utama. Dikarenakan dihadapan Raja tidaklah dengan meninggikan suara. Dan siapa saja yang mengangkat suara dihadapannya raja tersebut akan murka kepadanya. Dan Allah bagi-Nya sifat yang Maha Tinggi. Apabila Allah telah mendengar doa yang lirih, maka tidaklah sesuai dengan etika dihadapan-Nya kecuali dengan merendahkan suara.
Ketiga: Bahwa hal tersebut akan lebih sesuai dengan ketundukan dan rasa khusyu’
Keempat: Hal tersebut akan lebih sesuai dengan keikhlasan
Kelima: Hal tersebut akan lebih memungkinkan untuk menyatukan hati dengan kerendahan jiwa disaat berdoa. Apabila dia mengeraskan suara maka akan memudarkannya.
Keenam : – Yang tergolong sebagai cacatan yang sangat mengagumkan – Bahwa amalan terseut menunjukkan kedekatan seorang yang berdoa kepada Dzat Yang Maha dekat. Bukan permintaan orang yang jauh kepada Dzat yang jauh tempatnya.Olehnya itu Allah memuji hamba-Nya Zakariya dengan firman-Nya :
“ Disaat dia menyeru kepada Rabbnya dengan seruan yang lirih “ ( Maryam : 3 )
Ketujuh : Hal tersebut akan menjadikan sebab berkelanjutannya permohonan dna permintaan. Karena lisan tidak akan bosan, anggota tubuh tidak akan letih, berbeda halnya apabila dia mengeraskan suaranya, karena yang demikian akan menjadikan lisan bosan dan melemahkan kekuatannya.
Kedelapan: Dengan merendahkan suara, akan menjauhkannya dari segla sesuatu yang dapat memutuskan doa dan yang mengganggunya.
Kesembilan: Sesungguhnya nikmat yang paling agung adalah nikmat menghadap dan beribadah kepada Allah. Dan masing-masing nikma sesuai dengan kadarnya, baik itu sedikit atau banyak. Dan tiada nikmat yanglebih besar dari pada nikmat ini.
Kesepuluh : Doa merupakan dzikir kepada Allah Dzat yangditujukan doa kepada-Nya subhanahu wata’ala. Yangmengandung permohonan dan puian kepada-Nya dengan sifat-sifat-Nya serta nama-naman-Nya. Berarti doa adalah dzikir dan tambahan lainnya.

9. Menghadirkan hati sanubari termasuk salah satu sebab terkabulnya doa
Menghadirkan hati seorang yang berdoa merupakan salah satu sebab mendekatkan dirinya kepada terkabulnya doa. Keumuman nash-nash syara’ menunjukkan hal itu. Seperti firman Allah ta’ala:
“ Dan berdoalah kalian kepada Rabb kalian dengan penuh ketundukan hati dan dengan suara yang lirih “ ( Al-A’raf : 55 )
Dan firman-Nya :
“ Dan berdoalah kalian kepada-Nya dengan rasa takut dan pengharapan “ ( Al-A’raf : 56 )
Karena doa yang disertai dengan ketundukan hati, suara yanglirih, rasa takut, dan pengharapan mengharuskan – dan ini suatu yang mesti – penghadiran hati seorang yang berdoa, ini persoalan yang telah zhahir. Didalam hadits, disebutkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Berdoalah kalian kepada Allah dengan keyakinan kalian akan terkabulnya doa. Dan ketahuilah bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai lagi berpaling”
10. Disunnahkan mengulang-ulangi doa serta kontinyu menghaturkan doa
Terus menerus berdoa merupakan hakikat dari ubudiyah kepada Allah subhanahu wata’ala. Apabila soaang yang berdoa selalu mengulangi dna terus menerus didalam doanya , menampakkan kehinaan , ketidak mampuannya dan kefakirannya dihadapan Rabb-nya, maka dia akan semakin dekat kepada terkabulnya doa dari Allah baginya. Dan sebagian besar jalan akan sangat diharapkan terbuka baginya.
Dari Umar binAl-Khaththab radhiallahu ‘anhu beliau berkata : ketika pada peristiwa perang Badar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memandang kepada kaum musyrikin yang berjumlah seribu orang, sementara para sahabat beliau hanya berjumlah tiga ratus tiga sembilan orang. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap kearah kiblat, lalu beliau mengangkat kedua tangannya damemohon kepada Rabbnya : Yaa Allah, tunaikanlah apa yang pernah Engkau janikan kepadaku, yaa Allah datangkanlah janji-Mu kepadaku, yaa Allah jikalau Engkau membinasakan kelompok muslimin ini, niscaya Engkau tidak akan disembah dimuka bumi. Beliau terus memanjatkan doa kepada Rabb-nya dengan mengangkat kedua tangannya dan menghadap kearah kiblat hingga jubah beliau terjatuh dari atas pundaknya.
Kemudian Abu Bakar menghampiri beliau lalu mengambil jubah beliau dan mengenakannya kembali diatas kedua pundak beliau, lalu beliau berdiam dibelakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dan berkata : Wahai Nabi allah, cukuplah engkau memanjatkan pengharapan kepada Rabb mu, karena sesungguhnya Allah akan menunaikan janji-Nya kepada engkau, maka Allah menurunkan firman-Nya :
“ Apabila kalian memanjatkan doa kepada Rabb kalian, maka Allah mengabulkan doa kalian, sesunguhnya Aku menurunkan seribu malaikat yang turun beriringan “. Allah memberikan bantuan kepada beliau dengan para malaikat … al-hadits “
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu beliau berkata : Ath-Thufail bin Amru Ad-Dausi datnag menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dna berkata : Sesungguhnya bani Daus telah bermaksiat dan menolak – agama Allah -, doakanlah kepada mereka kebinasaan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menghadap kearah kiblat dna mengangkat kedua tnagannya, maka para sahabat mengatakan : Mereka akan binasa .
Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Ya Allah berilah hidayah kepada bani Daus, dan datangkanlah kepada mereka , ya Allah berilah hidayah kepada bani Daus dan datangkanlah kepada mereka “
11. Kemantapan hati disaat berdoa
Sepatutnya bagi seorang yang berdoa untuk memantapkan permintaannya dan tidak menggantungkanya kepada kehendak Allah atau bimbang dapam doanya tidak meyakini terkabulnya doa tersebut. Kemantapan hati disaat berdoa yang meyakini terkabulnya doa termasuk sebab tercapainya maksud doa. Karena kemantapan hati dan keyakinan menunjukkan kepercayaa seorang yang berdoaterhadap Rabbnya. Bahwa Dia adalah Dzat Yang Maha mendengar dan Maha melihat, dan Dzat yang berkuasa atas segala sesuatu. Dan tidak satupun sesuatu yang ada dilangit atau dibumi yang akan melemahkan-Nya.
Sandaran bab ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Anas radhiallahu ‘anhu , beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Apabila kalian berdoa kepada Allah maka mantapkanlah diri kalian disaat berdoa. Dan janganlah salah seorang diantara kalian emngatakan : Jika Engkau berkenan maka berilah kepadaku, karena sesungguhnya Allah tidak akan merasa benci kepadanya “ pada lafazh riwayat Muslim : “ … akan tetapi jendaknya dia memantapkan hati dalam permohonannya, dan benar-benar meninggikan kemauannya , karena sesunguhnya Allah tidaklah merasa keberatan dengan sesuatu yang Allah berikan “
Ibnu Hajar mengatakan : “ Apabila kalian ebrdoa kepada Allah, maka kalian seharusnya memantapkan hati kalian didalam berda artinya kalian mesti yakin dan tidak bimbang. Berasal dari kaliamt ‘azimtu ‘ala syai`in apabila anda berkemauan keras/bersungguh-sungguh untuk melakukannya. Ada yang berpendapat ‘azm al-masalah bermakna memastikanya tanpa ada kelamahan dalam mengusahakannya. Ada yang berpendapat bahwa maknanya adalah berbaik sangka kepada Allah dalam terkabulnya doa. Dan hikmah yang terkandung dalam hal ini, bahwa menggantungkan doa adalah gambaran ketidak butuhan dari suatu pemberian-Nya dan dari sesuatu yang hendak dicapai.
Sabda beliau : “ tanpa merasa keberatan dengannya “, yaitu penggantungan doa menyiratkan bahwa pemberian yang mungkin dari-Nya selain dari kehendak-Nya, dan pemberian selain kehendak merupakan suatu keterpaksaan, sedangkan Allah sama sekali tidak merasa terpaksa dengan pemberian-Nya “
12. Disunnahkan mendahulukan ucapan Alhamdulillah dan pujian kepada Allah, lalu shalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum berdoa
Membuka doa dengan pujian kepada Allah, memuji-Nya dan memuliakan-Nya, kemudian shalawat kepada Rasul-Nya, kemudian menutup doa dengan kedua ucapan tersebut merupakan sebab yang paling utama yang memastikan terkabulnya doa seseorang yang berdoa.
An-Nawawi mengatakan: Ulama sepakat disunnahkannya mengawali dia dengan ucapan Alhamdulillah ta’la dan pujian kepada-Nya kemudian shalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan juga menutup doa dengan kedua ucapan tersebut
Fudhalah Ubaid meriwyatkan beliau berkata: “ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengarkan seseorang yang berdoa didalam shalatnya, dia memuji Allah namun tidak membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Engkau telah tergesa-gesa wahai orang yang sedang mengerjakan shalat “. Lalu beliau mengajari mereka. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seseorang yang shalat, memuji Allah dan ber-tahmid serta mengucapkan shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Berdoalah niscaya akan dikabulkan dan mintalah niscaya akan diberi “dan pada lafazh At-Tirmidzi : Beliau berkata : Ketika Rasulullah 3 sedang duduk, masuklah seseorang lalu mengejakan shalat, danmengucapkan : Allahumma – ya Allah – ampunilah aku dan berilah aku rahmat-Mu.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Anda telah tergesa-gesa, wahai yang sedang shalat. Apabila anda shaat maka duduklah, pujilah Allah yang Dialah yang pantas dengan pujian, bacalah shalawat kepadaku lalu berdoalah”.
Beliau berkata : Lalu setelah itu seorang lainnya mengerjakan shalat, dan memuji Allah serta membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Wahai orang yang shalat, berdoalah niscaya akan dikabulkan “
Semisalnya pula pada hadits Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu beliau berkata : Saya pernah mendirikan shalat bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar dna Umar bersama dengan beliau. Setelah saya duduk, saya memulai dengan pujian kepada Allah kemudian shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , lalu berdoa untuk diriku. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Mintalah sesuautu niscaya akan dikabulkan, mintalah sesuatu niscaya akan dikabulkan “
13. Bertawasul dengan amal-amal shalih ketika menghaturkan doa, merupakn sebab terkabulnya doa
Diantara amalan yang akan mendekatkan terkabulnya doa, adalah seorang yang berdoa meminta kepada Rabb-nya dan bertawassul dengan amal-amalnya yang shalih. Dan mengedepankannya ketika berdoa. Hadits yang menguatkan pembahasna ini adalah kisah tiga orang yang terperangkap didalam sebuah goa dipadang pasi, dan mereka tidak mampu untuk keluar. Maka sebagian diantara mereka mengatakan kepada sebagian lainnya : “ Renungkanlah amalan-amalan shalih yang telah kalian lakukan karena Allah, dan berdoalah kepada Allah dengan perantara amal-amal tersebut semoga Allah memberi jalan keluar dengannya “ dan pada lafazh riwayat Ahmad : “ Dan masing-masing hendaknya berdoa dengan amal yang paling baik yang telah dieprbuatnya, semoga Allah menyelamatkan kita dari sini “
Kemudian masing-masing dari mereka mengedepankan amal shalih yang paling dia harapkan kemudian berdoa kepada Rabb-nya. Maka Allah mengabulkan doa mereka dan membebaskan mereka dari keadaan mereka dan menyelamatkan mereka dari kebinasaan.
14. Disunnahkan berdoa dengan doa-doa yang merupakan jawami’ al-kalim
Doa yang paling lengkap adalah doa yang tertera didalam Al-Qur`an dan As-Sunnah. Al-Qur`an adalah Kalamullah, semulia-mulia kalam dan yang paling tinggi. Sedangkan As-Sunnah adalah wahyu yang Allah wahyukan kepada Nabi-Nya, yang mana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diberikan jawami’ al-kalim. Dan tidaklah kita ragukan lagi bahwa siapa saja yang berdoa dengan doa yang tertera didalam Al-Qur`an dan As-Sunnah, akan lebih dekat kepada terkabulnya doa dari paa yang berdoa dengan doa selain yang tertera didalam Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Doa-doa yang tertera didalam Al-Qur`an dan As-Sunnah snagalah banyak, dan sangat sulit untuk menghitungnya, akan tetapi, kami akan menyebutkan sebagian diantara doa-doa tersebut, agar kita mengetahui betapa doa-doa tersebut telah menghimpun segala kebaikan dan telah memberi perlindungan dari segala keburukan.
Diantaranya firman Allah ta’ala:
“ Wahai Rabb kami, berilah kepada kami didunia ini segala kebaikan dan diakhirat dengan segala kebaikan dan jagalah kami dari adzab neraka “ ( Al-Baqarah : 201 )
Dan firman Allah ta’ala :
“ Wahai Rabb kami berilah kepada kami pada diri istri-istri kami dan anak-anak kami sebagai qurratul ‘ain dan jadikanlah kami penghulu orang-orang yang bertakwa “ ( Al-Furqan : 74 )
Dan firman Allah ta’ala :
“ Wahai Rabb kami, sesungguhnya kami telah menzhalimi diri kami, dan apabila Engkau tidak mengampuni kami dan merahmati kami, niscaya kami akan termasuk orang-orang yang merugi “ ( Al-A’raf : 23 )
Dan juga semisal sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam didalam hadits Aisyah : “ … Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku diatas agama-Mu “
Dan semisal sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam didalam hadits Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu , bahwa beliau berkata kepada Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Ajarkanlah kepadaku doa yang saya pergunakan berdoa didalam shalatku. Beliau bersabda: ucapkanlah : Yaa Allah sesungguhnya aku telah menzhalimi diriku dengan kezhaliman yang sangat banyak, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau, maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha pengampun dan Maha penyayang “
Dan doa-doa semisal itu sangatlah banyak.
15. Disunnahkan menuntup doa dengan ucapan yang sesuai dengan permintaan yang berdoa
Hal tersebut dikarenakan lebih sesuai dan lebih tepat dalam berdoa.
Semisal firman Allah ta’ala :
“ Wahai Rabb kami, janganlah Engkau memalingkan hati-hati kami setelah Engkau memberinya petunjuk, dan berilah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha Pemberi “ ( Ali Imran : 8 )
Permintaan seorang yang berdoa yang mengharapkan agar Allah memberinya rahmat, maka sepantasnyalah doanya ditutup dengan menyifati Allah sebagai Dzat Yang Maha pemberi.
Dan misalnya pula didalam firman-Nya :
“ Wahai Rabb kami berikanlah kepada kami segala yang telah Engkau janjikan kepada Rasul-Mu dan janganlah Engkau membuat kami celaka pada hari kiamat, Sesungguhnya Engkau tidak akan menyelisihi segala janji-Mu “ ( Ali Imran : 194 )
Permohonan kaum mukminin kepada Rabb mereka agar Allah memberikan kepada mereka apa yang mereka telah dijanjikan melalui lisan para rasul-Nya da agar supya tidak mencelakakn mereka pada hari kiamat, maka sepantasnya doa tersebut diakhiri dengan menyifati Allah bahwa Dialah Dzat Yang Maha benar dalam setiap janji-Nya. Dan firmannya hak, mereka mengatakan : “ Sesungguhnya Engkau tidak akan menyelisihi janji-Mu “
Dan semisalnya juga didalam firman Allah ta’ala – ketika menghikayatkan perkataan Isa ‘alahis salam – sewaktu memohon kepada Allah agar diturunkan hidangan dari langit :
“ Isa bin Maryam mengatakan : Wahai Allah Rabb kami, turunkanlah kepada kami hindangan dari langi, agar menjadi hari besar bagi pendahulu kami dan yang datang sesudah kami. Dan sebagai ayat dari-Mu, dab berilah rizki kepada kami, dan Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki “ ( Al-Maidah : 114 )
Dan sepantasnya doa tersebut diakhiri bahwa Allah adalah sebaik-baik pemberi rizki.
Seorang yang berdoa disunnahkan mengakhiri doanya dengan sesuatu yang sesuaidenganpermintaannya. Apabila dia meminta karunia berupa anak, maka sebaiknya dia mengakhiri doanya – mislanya – dengan mengucapkan bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha pemberi dan Maha pemberi rizki. Dan apabila dia memohon pengampunan dosa, maka hendaknya dia mengakhiri doanya bahwa allah adalah Dzat Yang Maha pengampun dan Maha pengasih. Dan apabila dia memohon karuni berupa harta, maka hendaknya dia mengkahiri doanya dengan mengucapkan bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Dermawan lagi Maha Mulia, demikian seterusnya.
16. Doa setelah tasyahhud akhir ketika shalat dan sebelum salam merupakan salah satu sebab diterima dan terkabulnya doa
Pada hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu beliau berkata : bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada mereka bacaan tasyahhud didalam shalat, kemudian beliau berkata pada akhirnya :
“ Kemudian dia memilih doa yang paling disukainya kemudian dia berdoa denganya “ , pada lafazh Muslim : “ Kemudian dia memilih permohonan yang dia kehendakinya “ Ibadah shalat adalah amal ibadah yang paling utama yang dikerjakan oleh seorang hamba. Dan termasuk amal ibadah yang paling dicintai oleh Allah. Dikarenakan seorang hamba akan bermunajat kepada Rabbnya, meminta kepada-Nya dan berdoa kepada-Nya serta sujud dihadapan-Nya. Dan pada ibadah shalat juga terkandung tata cara dan dzikir yang mengharuskan kehinaan seorang hamba dihadapan Rabbnya, ketundukannya kepada Allah, kepasrahannya dihadapan-Nya.
Apabila hamba tersebut berdoa setelah semuanya ini, maka akan mendekatkan kepada terkabulnya doa hamba. Betapa tidak, sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menganjurkan umat beliau untuk berdoa disaat ini. Yang menunjukkan kepada kita bahwa tempat tersebut adalah tempat yang paling utama yang sepatutnya seorang hamba memanfaatkannya dan bersemangat untuk berdoa disisi Allah.
Faedah: An-Nawawi mengatakan: Ketahuilah bahwa doa ini [ setelah tasyahhud akhir ] hunkumnya sunnah dan bukan amalan yang wajib. Dan disenangi untuk dipanjangkan, kecuali apabila dia sebagai imam shalat. Dan diperbolehkan baginya untuk berdoa dengan doa yang dikehendakinya meminta perkara kahirat maupun duniawiyah. Dan boleh baginya berdoa dengan doa-doa yang telah termaktub , dan boleh juga boleh berdoa dengan doa yang dia adakan untuk dirinya. Walaupun yang telah termaktub didalam Al-Qur`an dan As-Sunnah lebih utama. Dan juga doa-doa yang telah termaktub nashnya, ada yang berkaitan langsung pada tempat ini dan ada juga termaktub untuk tempat selainnya. Dan yang paling utama adalah yang termaktub untuk tempat ini “
17. Disunnahkan berdoa ketika mendenganr ayam yang berkokok
Telah shahih diriwayatkan dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda: “ apabila kalian mendengar kokok ayam, maka mintalah kepada Allah keutamaan dari-Nya, karena ayam tersebut telah melihat malaikat. Dan apabila kalian mendengar suara keledai melenguh, maka segeralah kalian meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan, karena keledai tersebut telah melihatt syaithan “
Dan sabda beliau : Apabila kalian mendengar kokok ayam, maka segeralah meminta keutamaan dari Allah “. An-Nawaw mengatakan : Al-Qadhi berkata : “ Sebabnya untuk memngharapkan peng-aminan malaikat akan doa tersebut, dan permintaan ampunan mereka dan persaksian mereka dengan ketundukan dan keikhlasan … “
18. Diharamkan berlebihan dalam memanjatkan doa
Allah ta’ala berfirman :
“ Dan berdoalah kalian kepada Rabb kalian dengan penuh ketundukan dan dengan suara yang lirih. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas “ ( Al-A’raf : 55 )
Abdullah bin Mughaffal mendengar anak beliau mengucapkan: “ Yaa Allah saya memohon kepada-Mu Istana Putih di bagian kanan soga apabila saya masuk kedalamnya. “
Maka Beliau berkata : Wahai anakku mintalah surga kepada Allah, dan mintalah perlindungan dari-Nya dari api neraka, karena sesungguhnya saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Akan ada diumat ini kaum yang melampaui batas dalam bersuci dan berdoa “
Melampaui batas dalam berdoa merupakan salah satu penghalang terkabulnya doa seorang yang berdoa. Karena seseorang yang berdoa meminta sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam doanya sehingga dikatakanlah dia telah melampaui batas. Seorang yang melampaui batas tidak disenangi oleh Rabbnya dan akan jauh dari terkabulnya doa dia.
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: Dari sinilah maka seseorang yang melampaui batas dalam berdoa, terkadang meminta pertolongan melakukan hal-hal yang diharamkan yang tidak diperbolehkan. Dan terkadang meminta sesuatu yang Allah tidak – baca: berkenan, pent – melakukannya seperti seseorang yang meminta keabadian hingga hari kiamat, ataukah meminta agar Allah meniadakan dari dirinya keharusan sebagai seorang manusia, seperti kebutuhan makan dan minum. Dan meminta kepada Allah agar dirinya dapat mengetahui perkara gaib Allah atau menjadikannya diantara orang-orang yang ma’shum, atau memberikanya anak tanpa mempunyai istri dna lain sebagainya yang mana permintaannya merupakan hal yang melampaui batas yang tidak disenangi oleh Allah dan Allah tidak menyukai sipemohon. Dan melampaui batas dalam berdoa ini juga ditafsirkan dengan mengangkat suara ketika berdoa … “
19. Makruh berdoa dengan sajak
Tidak sepantasnya berlebihan dalam doa, dan tidak juga bersajak dalam penutaraan doa. Adapun sajak yang terdapat didalam doa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka hal tersebut dipahami sebagai bentuk sajak yang tidak dipaksakan.
Ibnu Hajar mengatakan : “ Hal itu tercantum dalam beberapa hadits-hadits yang shahih, dikarenakan hal itu berasal tanpa kesengaaan. Dari sinilah doa ini datang dengan keselarasan kalamat seperti sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam didalam jihad : “ Allahumma munazzilal-Kitaab, sarii’ul-Hisaab, haazimul-Ahzaab “ – Yaa Allah, Dzat yang telah menurunkan Kitab/ Al-Qur`an, yang Maha segera perhitungan-Nya dan yang menghancurkan sekutu-sekutu musyrikin -.
Dan pada hadits Ibnu Abbas kepada ‘Ikrimah, beliau berkata: “ … Perhatikanlah sajak dalam doa agar engkau hindari, karena sesungguhnya aku telah memperhatikan rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau, mereka tidak melakukan kecuali menjauhkan diri dari hal itu “
20. Berdoa memohon sebuah amal dosa, memutuskan silaturrahim, ataukah menyegerakan terkabulnya doa, salah sebab terhalangnya doa.
Diantara yang menghalangi terkabulnya doa seseorang yang berdoa adalah berdoa memohon sebuah amal dosa, memutuskan silaturrahim, atau penyegaraan terkabulnya doa. Larangan itu dengan sangat jelas tertuang didalam hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , beliau berkata : Bersabda Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Seorang hamba akan terkabul doanya selama dia tidak memohon sebuah amal dosa, atau memutuskan silaturrahim , dan selama tidak tergesa-gesa “ . Ada yang bertanya : Wahai Rasulullah , apakah yang termasuk tergesa-gesa ?
Beliau bersabda: “ Dia mengatakan: Sungguh saya telah berdoa, sungguh saya telah berdoa, namun doaku tidak terkabulkan , pada akhirnya akan menjadikannya berputus asa dan meninggalkan doa “
Faedah 1 : Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu ,beliau erkata bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Tidaklah seorang muslim yang berdoa dengan sebuah doa selama tidak memohon amal dosa dan tidak pula memutuskan silaturrahim, kecuali Allah akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga : Menyegerakan terkabulnya doa dia, ataukah menyimpannya baginya hingga hari akhat ataukah memalingkan suatu keburukan dri dirinya semisal dengan permintaannya”. Mereka bertanya : Kalau demikian kami akan memperbanyak doa.
Beliau bersabda: “ Dan Allah lebih memperbanyak lagi “
Faedah lainnya : Pengabulan doa terkadang diakhirkan karena terkandung suatu hikmah yang hanya diketahui oleh Allah dan tersamarkan oleh seseorang yang berdoa. Agar hamba tersebut mengetahui bahwa pilihan Allah lebih baik daripada apa yangdiplih oleh dirinya sendiri. Apabila seseorang berdoa kepada Rabbnya, lalu berkeluh kesah dan menundukkan dirinya didalam doa, menghindari semua yang menghalangi tekabulnya doa, maka janganlah dia menjadi terkejut apabila doanya diakhirkan.
Seseorang yang berdoa terkadang permintaannya tidak terkabulkan, bukan berarti bahwa seseorang yang berdoa tersebut tidak dicintai oleh Allah. Ibrahim ‘alaihis salam telah memohon ampunan kepada Allah bagi bapak beliau, Nuh ‘alaihis salam telah memohon keselamatan bagi anak beliau – yang mana kedua Nabi tersebut merupakan dua dari para Rasul ulul ‘azmi – namun doa mereka berdua tidak terkabulkan, karena suatu perkara yang Allah subhanahu wata’ala kehendaki. Dan juga karena adanya hikmah yang hanya diketahui oleh Allah. Semua makhluk adalah ciptaan-Nya, dan kesmeuanya berada didalam kekuasaan-Nya dan berada dalam pengaturan-Nya. Apabila perkara tersebut seperti itu, maka tidak sepantasnya seorang hamba merasa terkabulnya doa sangat lama dan tidak pula hingga meninggalkan berdoa,karena doa adalah ibadah yang mendapatkan pahala.
21. Memakan harta yang haram penghalang terkabulnya doa
Perbuatan tersebut termasuk penghalang terbesar tertolaknya doa seseoang yang berdoa. Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Wahai segenap kaum manusia, sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha baik, dan tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kaum mukmiin sebagaimana yang Allah perintahkan kepada para Rasul.
“ Wahai para Rasul makanlah dari hal-hal yang baik dan beramallah dengan amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha mengetahui segala yang kalian perbuat “ ( Al-Mukminun : 51 )
Dan Allah berfirman:
“ Wahai orang-orang yang beriman , makanlah dari hal-hal yang baik yang telah Kami rizkikan kepada kalian “ ( Al-Baqarah : 172 )
Lalu beliau menyebutkan perihal seseorang yang telah melakukan eprjalanan jauh, dalam keadaan lusuh dan berdebu, kemudian dia mengangkat kedua tangannya keatas langit dan mengucapkan : Wahai Rabb-ku, wahai Rabb-ku. Sedangkan makannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dia tumbuh dengan sesuatu yang haram, lantas mengapakah dia minta dikabulkan doanya itu ? “
Sabda beliau : “ Lantas mengapakah dia minta dikabulkan doanya itu ? “ maknanya : Dari sisi mana akan dikabulkan orang yang bersifat seperti ini, bagaimana ia akan dikabulkan, Imam An-Nawawi yang berpendapat tentang hal itu. Maka perhatikan keadaan lelaki yang melakukan perjalanan jauh tersebut, rambutnya lusuh, kaki dan badannya berdebu, dan dia menengadahkan tangannya meminta kepada Maulanya, barang siapa yang keadaannya seperti itu maka dia amatlah dekat dengan terkabulnya doa. Akan tetapi ketika yang berdoa ini, memakan makanan yang haram, maka pengabulan doanya menjadi terhalang karena pengaruh harta yang haram, keburukan dan pengaruhnya yang jelek kepada seorang hamba didunia dan diakhirat.
Terjemahan dari “Kitab Al-Adab” karya Asy Syaikh Fuad bin Abdil Aziz Asy Syalhuub. oleh Abu Zakariya Al Atsary.
22. Beberapa tempat dan keadaan dimana doa akan terkabul
a. Doa disepertiga malam akhir.
Beberapa hadits-shahih yang masyhur menunjukkan hal tersebut, diantaranya hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Rabb kita tabaraka wata’ala setiap malam turun ke langit dunia hingga sepertiga malam akhir. Allah berfirman: barang siapa yang berdoa kepada-Ku niscaya Aku akan mengabulkannya dan barang siapa yang meminta kepada-Ku niscaya Aku akan memberinya dan barang siapa yang memohon mapunan kepada-Ku niscaya Aku akan mengampuninya “
b. Disaat sujud
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Tempat yang paling dekatnya seorang hamba kepada Rabbnya adalah disaat dia sujud, maka perbanyaklah doa. “
Kemungkinan hikmah dekatnya seorang hamba kepada Rabbnya disaat sujud, dengan mengatakan: bahwa posisi sewaktu sujud merupakan perspektif ubudiyah, ketundukan, penghinan diri dan kebutuhan kepada Allah yang tidak didapati apda posisi dna keadaan-keaaan lainnya. Dan seseorang yang sedang melakkan sujud akan meletakkan keningnya diatas tanah diatas tempat kaki berpijak – dan dia tidak memperdulikan hal itu -. Dan dia dalam keadaan yang rendah itu mengkuduskan Dzat yang berada di ketinggian, seraya mengatakan : ( Maha suci Rabb-ku Yang Maha tinggi ). Hal itu sesuai dengan kehinaan, pengharapan dan ubudiyah, dimana yang melakukan sujud berdoa amatlah dekat kepada Rabbnya, yang akan mengabulkan doanya. Wallahu a’lam
c. Antara adzan dan iqamah
Telah shahih diriwayatkan dari hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa beliau bersabda : “ Tidaklah doa antara adzan dan iqamah akan tertolak “
d. Pada waktu yang mustajabah dihari jum’at
Disebutkan didalam hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan perihal hari jum’at, lalu beliau bersabda : “ Pada har jum’at terdapat waktu dimana seorang hamba muslim yang tengah melakukan shalat menyepakati waktu tersebut, lalu memohon kepada Allah ta’ala sesuatu kecuali Allah akan memberikan permintaannya tersebut baginya. Dan beliau mengisyaratkan dengan tangannya, bahwa waktu tersebut sangat penda jeda waktunya. “
Faedah : Ulama berbeda pendapat mengenai waktu mustajabah pada hari jum’at ini, dalam banyak pendapat. Al-Hafizh hingga mencapai empat puluh dua pendapat. Dan pendapat yang paling tepat dari sekian pendpat tersebut adalah dua pendapat:
Pertama: Waktu mustajabah tersebut antara duduknya imam hingga imam mengerjakan shalat. Berdasarkan hadits Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu . Diriwayatkan dari Abu Burdah bin Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu beliau berkata: Abdullah bin Umar berkata kepadaku: Apakah engkau mendengar bapakmu menceritakan sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hari jum’at. Beliau berkata : Saya berkata : Benar, saya mendengar beliau mengatakan : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Waktu mustajabah antara duduknya imam hingga mengerjakan shalat “
Kedua : Waktu mustajabah adalah akhir waktu hari jum’at. Diriwayatkan dari Jbair bin Abdullah radhiallahu ‘anhu , dari rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda: “ Hari jum’at selama dua belas – yang beliau maksud adalah jam – tidaklah seorang muslim memohon kepada Allah ‘aza wajalla kecuali Allah ‘azza wajalla akan mendatanginya, maka perhatikanlah waktu mustajabah tersebut pada akhir waktu setelah waktu Ashar “
Untuk menyelaraskan kedua hadits tersebut adalah dengan mengatakan sebagaimana perkataan Ibnul Qayyim : “ … Keduanya adalah wkatu mustajabah. Walapun waktu yang khusus adalah akhir waktu setelah wkatu ashar. Inilah waktu yang tetentu dari ahri jum’at yang tidak dimajukan dan tidak diakhirkan. Adapun waktu shalat, maka mengikuti shalat, maju atau mundurnya. Karena berkumpulnya kaum msulimin, shalat, ketundukan , dan doa mereka sepenuh hati kepada Allah ta’ala akan memberi pengaruh pada terkabulnya doa. Dan waktu mereka berkumpul adalah waktu yang diharapkan doa terkabulkan. Dengan penggabungan ini maka semua hadits tersebut dapat bersesuaian. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menganjurkan kepada umat beliau untuk berdoa dan memohon sepenuh hati kepada Allah ta’ala pada kedua waktu tersebut.”
Ibnu Hajar mengatakan : “ Hal ini sebagaimana pendapat Ibnu Abdil Barr : Yang sepantasnya seseorang bersungguh-sungguh berdoa adalah pada kedua wkatu tersebut. Dan sebelumnya pendapat ini juga diutarakan oleh Imam Ahmad. Pendapat inilah yang lebih utama dalam menyelaraskan hadits-hadits tersebut. Ibnu Al-Muniir mengatakan : Dengan begitu dapatlah diketahui bahwa faedah penyamaran waktu ini dan juga malam lailatul qadar agar seseorang yang berdoa tergerak untuk memperbanyak shalat dan doa. Seandainya diterangkan waktunya maka kaum msulimin akan cenderung apatis dengan hal itu dan meninggalkan selainnya. Maka sangatlah mengherankan setelah keterangan itu, orang-orang yang berupaya menentukan waktu mustajabah tersebut “
e. Doa orang yang berpuasa ketika berbuka
Seorang yang berpuasa memilki doa yang tidak akan tertolak. Telah shahih diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Ada tiga golongan yang tidak akan tertolak doa mereka: Seseorang yang berpuasa hingga dia berbuka … al-hadits “
f. Doa seseorang yang teraniaya, seorang musafir dan doa kedua orang tua kepada anaknya
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu , beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Mu’adz bin Jabal – ketika mengutusnya ke Yaman – : “ Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum Ahli Kitab, apabila engkau mendatangi mereka, maka ajaklah mereka untuk mengucapkan syahadat Laa Ilaha Ilallahu wa Anna Muhammadan Rasulullah “ … dan pada akhir hadits disebutkan: “ Dan hati-hatilah dengan doa seorang yang teraniaya, karena antara dia dan Allah tidak ada hijab/penghalang “
Perhatian: Seharusnya seorang musafir memanfaatkan sebaik-baiknya doa dia disaat safar. Tidak melalaikannya. Dan terkadang suatu doa akan menghasilkan kebaikan didunia dan keberuntungan diakhirat.
Dan seorang yang berlaku zhalim dan sewenang-wenang seharusnya berhati-hati terkena doa seseorang yang teraniaya yang keluar dari hati yang pedih, karena doanya tidak ada penghalang antara dia dan Allah. Dan alangkah cepat doanya terkabulkan.
Dan kedua orang tua seharusnya berhati-hati mendoakan keburukan kepada anak-anak mereka, karena doa orang tua doa yang mustajab. Terkadang suatu kalimat terucapkan dan dikabulkan kemudian membawa penyesalan pada hati seorang orangtua.
g. Doa ketika bertempur didalam peperangan dan ketika adzan
Hal itu telah shahih diriwayatkan didalam hadits Abu Hazim dari Sahl bin Sa’ad, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Dua kelompok yang doanya tidak kan tertolak dan jarang tertolak : doa ketika mendengar adzan dan ketika peperangan sewaktu sebagian saling menyerang sebagian lainnya “
h. Doa Dzun-Nuun disaat kesempitan
Sa’ad bin Abu Waqqash radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Doa Dzun Nuun ketika dia berdoa didalam perut ikan : Laa Ilaha illa anta, subhanaka, inni kuntu min azh-zhalimiin – Tiada Ilah selain Engkau, Maha sucilah Engkau, sesunggunya aku termasuk orang-orang yang zhalim -. Sesungguhnya tidaklah seorang hamba muslim berdoa dengan doa ini pada sesuatu kecuali Allah akan mengabulkannya “
i. Doa disaat turun hujan
Disebutkan didalam sebuah hadits : “ ucapkanlah doa ketika pasukan tempur telah bertemu, ketika iqamah shalat dan ketika turun hujan “
23. Beberapa tempat yang diharapkan doa terkabulkan diantaranya:
a. Doa disaat sore hari Arafah bagi yang melaksanakan wukuf.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mensunnahkan bagi yang wukuf pada hari Aafah untuk menjama’ taqdim shalat Zuhur dan ashar, dengan tujuan agar yang melakukan haji mendapatkan kelapangan untuk bermunajat dan berdoa kepada Rabb-nya. Demikian inilah yang telah dilakukan oleh Nbai Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dimana beliau setelah menyelesaikan shalat beliau beliau bergegas menuju tempat wukuf yang berada dibagia bawah bukit, kemudian beliau wukuf diatas tunggangan beliau berdoa kepada Rabb beliau hingga matahari terbenam.
Inilah adalah tempat yang Allah ‘azza wajalla cintai, dan para malaikat berkumpul. Hari dimana sangat banyak pembebasan dari api neraka.
Dari Aisyah ummul Mukminin radhiaallahu ‘anha dan dari bapak beliau, Aisyah berkata: Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba dari api neraka dari pada hari Arafah. Dan sesungguhnya Allah akan mendekat kemudia para malaikat akan berkumpul, lalu Allah berfirman : Apakah yang mereka kehendaki “
b. Doa diantara Shafa danMarwah
Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendekati Shafa – disaat haji al-wada’ – beliau membaca firman Allah :
“ Sesungguhnya shafa dan marwah temasuk diantara syiar-syiar Allah “, Mulailah engkau dengan yang Allah mulai. Kemudian beliau memulai dari shafa dan belaiu mendaki keatasnya, hingga beliau menlihat Baitullah kemudian beliau menghadap kearah kiblat, dan beliau mentauhidkan Allah dan bertakbir kepada-Nya, dna mengucapkan : “ Laa Ilaha Illallahu wahdahu, anjaza wa’dahu, wa nashara ‘abdahu, wa hazama al-ahzaab wahdahu, – tiada Ilah selain Allah semata, Dialah yang menunaikan segala janji-Nya, yang menolong hamba-Nya dan menghancurkan para sekutu musyrikin sendiri -. Kemudian beliau berdoa diantara itu. Beliau mengucapkan semisal dengan doa tersebut sebanyak tiga kali. Kemudian beliau turun menuju marwah … hingga beliau tiba dimarwah, beliau melakukan hal yang sama yang beliau lakukan diatas Shafa. “
c. Doa setelah melontar al-jumrah ash-shugra dan al-wustha bagi para haji
Salim bin Abdullah meriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma melontar jumrah kecil sebanyak tujuh lemparan kerikil kecil, kemudian beliau bertakbir disetiap kali melempar sebuah kerikl. Kemudian beliau maju kedepan menuju ketempat yang datar dan menghadap kearah kiblat sambil berdiri dnegna sangat lamanya berdoa dan mengangkat kedua tangannya.
Kemudian beliau melontar jumrah wustha demikian juga, beliau menuju kebagian kiri dan mencari tanah yang datar kemudian berdiri menghadap kearah kiblat dengan sangat lama, berdoa dan mengangkat kedua tnagannya. Lalu beliau melontar jumrah ‘aqabah dari tengah al-wadi dan tidak berhenti ditempat tersebut. Kemudian beliau mengatakan: Demikian ini yang telah saya lihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya “
Terjemahan dari “Kitab Al-Adab” karya Asy Syaikh Fuad bin Abdil Aziz Asy Syalhuub. oleh Abu Zakariya Al Atsary.

ADAB-ADAB ZIARAH KUBUR

Hukum Ziarah kubur
Berziarah kubur adalah sesuatu yang disyari’atkan di dalam agama berdasarkan (dengan dalil) hadits-hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam dan ijma’ (kesepakatan).
a) Dalil dari hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam :
Dalil-dalil dari hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam tentang disyari’atkannya ziarah kubur diantaranya :
1. Hadits Buraidah bin Al-Hushoib radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam beliau bersabda :
إِنِّيْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا
”Sesungguhnya aku pernah melarang kalian untuk menziarahi kubur, maka (sekarang) ziarahilah kuburan”. Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Muslim (3/65 dan 6/82) dan oleh Imam Abu Daud (2/72 dan 131) dengan tambahan lafazh :
فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمْ الْآخِرَةَ
“Sebab ziarah kubur itu akan mengingatkan pada hari akhirat”.
Dan dari jalan Abu Daud hadits ini juga diriwayatkan maknanya oleh Imam Al-Baihaqy (4/77), Imam An-Nasa`i (1/285 –286 dan 2/329-330), dan Imam Ahmad (5/350, 355-356 dan 361).
2. Hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu, yang semakna dengan hadits Buraidah. Dikeluarkan oleh Imam Ahmad 3/38,63 dan 66 dan Al-Hakim 1/374-375 dan Al-Baihaqy (4/77) dari jalan Al-Hakim.
3. Hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, yang juga semakna dengan hadits Buraidah dikeluarkan oleh Al-Hakim 1/376.



b. Ijma’
Adapun Ijma’ diriwayatkan (dihikayatkan) oleh :
1. Al-‘Abdary sebagaimana disebutkan oleh Imam An-Nawawy dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab (5/285).
2. Al-Imam Muwaffaquddin Abu Muhammad ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al-Maqdasy Al-Hambaly (541-620 H) dalam kitab Al-Mughny (3/517).
3. Al-Hazimy sebagaimana disebutkan oleh Imam Asy-Syaukany dalam kitab Nailul Authar (4/119).
Batasan disyari’atkannya ziarah kubur.
Syariat yang telah disebutkan di atas tentang ziarah kubur adalah disunnahkan bagi laki-laki berdasarkan dalil-dalil dari hadits-hadits maupun hikayat ijma’ tersebut di atas. Adapun bagi wanita maka hukumnya adalah mubah (boleh), makruh bahkan sampai kepada haram bagi sebagian wanita.
Perbedaan hukum antara laki-laki dan wanita dalam masalah ziarah kubur ini disebabkan oleh adanya hadits yang menunjukkan larangan ziarah kubur bagi wanita :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ زَائِرَاتِ الْقُبُوْرِ
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata : “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam melaknat wanita-wanita peziarah kubur””.
Hadits ini diriwayatkan Ibnu Hibban di dalam Shohihnya sebagaimana dalam Al-Ihsan no.3178.
Dan mempunyai syawahidnya (pendukung-pendukungnya) diriwayatkan oleh beberapa orang Shahabat diantaranya :
Ø Hadits Hassan bin Tsabit dikeluarkan oleh Ahmad 3/242, Ibnu Abi Syaibah 4/141, Ibnu Majah 1/478, Al-Hakim 1/374, Al-Baihaqy dan Al-Bushiry di dalam kitabnya Az-Zawa`id dan dia berkata isnadnya shohih dan rijalnya tsiqot.
Ø Hadits Ibnu ‘Abbas : Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Ashhabus Sunan Al-Arba’ah (Abu Daud, An-Nasa`i, At-Tirmidzy dan Ibnu Majah), Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Al-Baihaqy.
Catatan :
Hadits dengan lafazh seperti di atas زَائِرَاتِ menunjukkan pengharaman ziarah kubur bagi wanita secara umum tanpa ada pengecualian.
Akan tetapi ada lafazh lain dari hadits ini, yaitu :
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ زُوَّارَاتِ الْقُبُوْرِ. وَ فِيْ لَفْظٍ : لَعَنَ اللهُ
“Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam )dalam lafazh yang lain Allah subhanahu wa ta’ala) melaknat wanita-wanita yang banyak berziarah kubur”.
Lafazh زُوَّارَاتِ (wanita yang banyak berziarah) menjadi dalil bagi sebagian ‘ulama untuk menunjukkan bahwa berziarah kubur bagi wanita tidaklah terlarang secara mutlak (haram) akan tetapi terlarang bagi wanita untuk sering melakukan ziarah kubur.

Sebagian dari perkataan para ‘ulama tentang ziarah kubur bagi wanita
a) Yang mengatakan terlarangnya ziarah kubur bagi wanita.
- Berkata Imam An-Nawawy Asy-Syafi’iy : “Nash-nash Imam Asy-Syafi’iy dan Al-Ashhab (pengikut Madzhab Syafi’iyyah) telah sepakat bahwa ziarah kubur disunnahkan bagi laki-laki”. (Al-Majmu’ 5/285).
Perkataannya : “Disunnahkan bagi laki-laki” mempunyai pengertian bahwa bagi wanita tidak disunnahkan.
- Berkata Imam Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah Al-Maqdasy Al-Hambaly : “Kami tidak mengetahui adanya perbedaan dikalangan Ahlul ‘Ilmi tentang bolehnya laki-laki berziarah kubur”. Lihat Al-Mughny 3/517.
Perkataannya : “Bolehnya laki-laki berziarah kubur” memiliki pengertian bahwa bagi wanita belum tentu boleh atau tidak boleh sama sekali.
- Berkata Al-Imam Muhammad bin Muhammad Al-Abdary Al-Malikiy, terkenal dengan nama kunyahnya “Ibnul Hajj” : “Dan seharusnya (selayaknya) baginya (laki-laki) untuk melarang wanita-wanita untuk keluar ke kuburan meskipun wanita-wanita tersebut memiliki mayat (karena si mayat adalah keluarga atau kerabatnya) sebab As-Sunnah telah menghukumi/menetapkan bahwa mereka (para wanita) tidak diperkenankan untuk keluar rumah”. Lihat : Madkhal As-Syar‘u Asy-syarif 1/250.
- Berkata : Abu An-Naja Musa bin Ahmad Al-Maqdasy Al-Hambaly (pengarang Zadul Mustaqni’) : “Disunnahkan ziarah kubur kecuali bagi wanita”. Lihat : Kitab Hasyiah Ar-Raudhul Murbi’ Syarah Zadul Mustaqni’ 3/144-145.
- Berkata Al-Imam Mar’iy bin Yusuf Al-Karmy : “Dan disunnahkan berziarah kubur bagi laki-laki dan dibenci (makruh) bagi wanita”. Lihat : Kitab Manar As-Sabil Fii Syarh Ad-Dalil 1/235).
- Berkata Syaikh Ibrahim Dhuwaiyyan : “Minimal hukumnya adalah makruh”.
- Berkata Syaikh Doktor Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan : “Dan ziarah itu disyariatkan bagi laki-laki, adapun wanita diharamkan bagi mereka berziarah kubur”. Lihat : Al-Muntaqo Min Fatawa Syaikh Sholeh Al-Fauzan.
b. Yang menyatakan bolehnya ziarah kubur bagi wanita :
- Imam Al-Bukhary, dimana beliau meriwayatkan hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu : “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam melewati seorang wanita yang sedang berada di sebuah kuburan, sambil menangis. Maka Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam berkata padanya : “Bertaqwalah engkau kepada Allah dan bersabarlah”. Maka berkata wanita itu : “Menjauhlah dariku, engkau belum pernah tertimpa musibah seperti yang menimpaku”, dan wanita itu belum mengenal Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam, lalu disampaikan padanya bahwa dia itu adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam, ketika itu ditimpa perasaan seperti akan mati (karena merasa takut dan bersalah-ed.). Kemudian wanita itu mendatangi pintu (rumah) Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam dan dia tidak menemukan penjaga-penjaga pintu maka wanita itu berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku (pada waktu itu) belum mengenalmu, maka Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam berkata : “Sesungguhnya yang dinamakan sabar itu adalah ketika (bersabar) pada pukulan (benturan) pertama”.
Al-Bukhary memberi terjemah (judul bab) untuk hadits ini dengan judul “Bab tentang ziarah kubur” yang mana ini menunjukkan bahwa beliau tidak membedakan antara laki-laki dan wanita dalam berziarah kubur. Lihat : Shohih Al-Bukhary 3/110-116.
- Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolany menerangkan hadits di atas dalam Fathul Bary katanya : “Dan letak pendalilan dari hadits ini adalah bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam tidak mengingkari duduknya (keberadaan) wanita tersebut di kuburan. Dan taqrir Nabi (pembolehan) adalah hujjah.
- Berkata Al-‘Ainy : “Dan pada hadits ini terdapat petunjuk tentang bolehnya berziarah kubur secara mutlak, baik peziarahnya laki-laki maupun wanita dan yang diziarahi (penghuni kubur) muslim atau kafir karena tidak adanya pembedaan padanya”. (Lihat : Umdatul Qory 3/76)
- Al-Imam Al-Qurthuby berkata : “Laknat yang disebutkan di dalam hadits adalah bagi wanita-wanita yang memperbanyak ziarah karena bentuk lafazhnya menunjukkan “mubalaghah” (berlebih-lebihan). Dan sebabnya mungkin karena hal itu akan membawa wanita kepada penyelewengan hak suami dan berhias diri dan akan munculnya teriakan, erangan, raungan dan semisalnya. Dan dikatakan jika semua hal tersebut aman (dari terjadinya) maka tidak ada yang bisa mencegah untuk memberikan izin kepada para wanita, sebab mengingat mati diperlukan oleh laki-laki maupun wanita”. (Lihat : Jami’ Ahkamul Qur`an).
- Berkata Al-Imam Asy-Syaukany : “Dan perkataan (pendapat) ini adalah yang pantas untuk pegangan dalam mengkompromikan antara hadits-hadits bab yang saling bertentangan pada lahirnya”. Lihat : Nailul Authar 4/121.
- Berkata Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany : “Dan wanita seperti laki-laki dalam hal disunnahkannya ziarah kubur”. Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan empat alasan yang sangat kuat dalam menunjukkan hal tersebut di atas. Setelah itu beliau berkata : “Akan tetapi tidak dibolehkan bagi mereka (para wanita) untuk memperbanyak ziarah kubur dan bolak-balik ke kuburan sebab hal ini akan membawa mereka untuk melakukan penyelisihan terhadap syariat seperti meraung, memamerkan perhiasan/kecantikan, menjadikan kuburan sebagai tempat tamasya dan menghabiskan waktu dengan obrolan kosong (tidak berguna), sebagaimana terlihatnya hal tersebut dewasa ini pada sebagian negeri-negeri Islam, dan inilah maksud Insya Allah dari hadits masyhur :
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ (وَفِيْ لَفْظٍ : لَعَنَ اللهُ) زَوَّارَاتِ الْقُبُوْرِ
“Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam (dalam sebuah lafadz Allah melaknat) wanita-wanita yang banyak berziarah kubur”.(Sunan Al-Baihaqy 4/6996, Sunan Ibnu Majah no.1574, Musnad Ahmad 2/8430, 8655).
Lihat : Kitab Ahkamul Janaiz karya Syaikh Al-Albany 229-237.
Kesimpulan :
Wanita tidak dianjurkan untuk berziarah kubur, karena ditakutkan akan terjadi padanya hal-hal yang bertentangan dengan syari’at disebabkan karena kelemahan hati wanita dan karena perbuatannya, seperti akan terjadinya teriakan atau raungan ketika menangis/sedih, tabarruj (berhias), ikhtilath (bercampur baur dengan laki-laki) dan hal-hal lain yang sejenis. Itulah sebabnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam melaknat wanita-wanita yang sering melakukan ziarah kubur karena banyaknya (seringnya) berziarah kubur tersebut akan mengantarkannya kepada penyelisihan/penyelewengan terhadap syari’at. Akan tetapi jika seorang wanita kebetulan melewati kuburan atau berada di kuburan karena kebetulan (tanpa sengaja) seperti yang terjadi pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika mengikuti Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam ke pekuburan Baqi’, maka pada waktu itu keadannya seperti laki-laki dalam hal bolehnya wanita tersebut berziarah, dengan memberi salam dan mendo’akan para penghuni kubur.
Berkata Syaikh Ibrahim Duwaiyyan : “Jika seorang wanita yang sedang berjalan melewati suatu kuburan di jalannya dia memberi salam dan mendo’akan penghuni kubur (mayat) maka hal ini baik (tidak mengapa) sebab wanita tersebut tidak sengaja keluar untuk ke pekuburan”. Lihat : Manar As-Sabil Fi Syarh Ad-Dalil. Wallahu A’lam Bis Showab.
Hikmah dilarangnya para wanita memperbanyak (sering) berziarah
Diantara hikmah tersebut :
1. Karena ziarah dapat membawa kepada penyelewengan hak-hak suami akan keluarnya para wanita dengan berhias lalu dilihat orang lain dan tak jarang ziarah tersebut disertai dengan raungan ketika menangis. Hal ini disebutkan oleh Imam Asy-Syaukany dalam Nailul Authar 4/121.
2. Karena para wanita memiliki kelemahan/kelembekan dan tidak memiliki kesabaran maka ditakutkan ziarah mereka akan mengantarkan kepada perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan yang akan mengeluarkan mereka dari keadaan sabar yang wajib. Hal ini disebutkan oleh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al-Bassam dalam kitab Taudhihul Ahkam 2/563-564.
3. Sebab wanita sedikit kesabarannya, maka tidaklah dia aman dari gejolak kesedihannya ketika melihat kuburan orang-orang yang dicintainya, dan ini akan membawa dia pada perbuatan-perbuatan yang tidak halal baginya, berbeda dengan laki-laki. Disebutkan oleh Syaikh Ibrahim Duwaiyyan menukil dari kitab Al-Kafi. Lihat : Manar As-Sabil Fii Syarh Ad-Dalil 1/236.
4. Berkata Imam Ibnul Hajj rahimahullah setelah menyebutkan 3 pendapat ulama tentang boleh tidaknya berziarah kubur bagi wanita : “Dan ketahuilah bahwa perselisihan pendapat para ‘ulama yang telah disebutkan adalah dengan kondisi wanita pada waktu itu (zamannya para ‘ulama salaf sebelum Ibnul Hajj yang wafat pada thn 732 H), maka mereka sebagaimana diketahui dari kebiasaan mereka yang mengikuti sunnah, sebagaimana telah lalu (tentang hal itu). Adapun keluarnya mereka (para wanita untuk berziarah) pada zaman ini (zaman Ibnul Hajj), maka kami berlindung kepada Allah dari kemungkinan adanya seorang dari ‘ulama atau dari kalangan orang-orang yang memiliki muru`ah (kehormatan dan harga diri) atau cemburu (kepedulian) terhadap agamanya yang akan membolehkan hal ini. Jika terjadi keadaan darurat (yang mendesak) baginya untuk keluar maka hendaknya berdasarkan hal-hal yang telah diketahui dalam syari’at berupa menutup aurat sebagaimana yang telah lalu (pembahasannya) bukan sebagaimana adat mereka yang tercela pada masa ini. Lihatlah mudah-mudahan Allah subhanahu wa ta’ala merahmati kami dan merahmatimu. Lihatlah mafsadah (kerusakan) ini yang telah dilemparkan oleh syaithan kepada sebagian mereka (para wanita) didalam membangun (menyusun) tingkatan-tingkatan kerusakan ini di kuburan (Madkhal Asy-Syar’u Asy-Syarif 1/251).
ADAKAH WAKTU-WAKTU TERTENTU (KHUSUS) UNTUK BERZIARAH ?
Ziarah Kubur dapat dilakukan kapan saja, tidak ada waktu yang khusus dan tidak boleh (tidak layak) dikhususkan untuk itu, baik pada bulan sya’ban, syawal maupun waktu-waktu yang lainnya. Hal ini karena tidak adanya dalil yang menunjukkan tentang adanya waktu khusus atau afdhal (paling baik) untuk berziarah kubur.
Ketika Syaikh Doktor Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan ditanya tentang waktu/hari yang afdhal untuk berziarah, beliau berkata : “Tidak ada waktu khusus dan tidak ada waktu tertentu untuk berziarah kubur”. Lihat Al-Muntaqa min Fatawa Syaikh Sholih Al-Fauzan : 2/166.
FAIDAH ZIARAH KUBUR
a. Bagi yang berziarah
Faidah yang bisa dipetik dan hasil yang akan didapatkan oleh orang yang berziarah kubur, antara lain :
1. Memberikan nasehat bagi dirinya.
2. Mengingatkannya kepada kematian, balasan dan hari kiamat.
3. Menambahkan kebaikan baginya.
4. Mengambil pelajaran.
5. Melunakkan (melembutkan) hati.
6. Menjadikannya zuhud terhadap dunia dan tamak terhadap kebaikan hari akhirat.
Semua hal tersebut di atas ditunjukkan oleh hadits-hadits Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam :
إِنِّيْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الْآخِرَةَ وَلْتَزِدْكُمْ زِيَارَتُهَاخَيْرًا
“Sesungguhnya aku pernah melarang kalian dari berziarah kubur maka (sekarang) ziarahilah kubur sebab ziarah itu akan mengingatkan kalian terhadap hari akhirat dan akan menambah kebaikan pada diri kalian”.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari hadits Buraidah bin Al-Hushoib (5/350, 355, 356 dan 361).
Dalam riwayat yang lain dari Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu :
فَإِنَّ فِيْهَا عِبْرَةً
“Sesungguhnya pada ziarah itu terdapat pelajaran”.
Diriwayatkan oleh : Ahmad (3/38, 63, 66), Al-Hakim (1/374-375) dan Al-Baihaqy (4/77) dari jalan Al-Hakim.
Dalam riwayat yang lain dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu :
فَإِنَّهَا يُرِقُّ الْقَلْبَ وَتَدْمَعُ الْعَيْنُ وَتُذِكَّرُ الْآخِرَةَ
“Sesungguhnya ziarah itu akan melunakkan hati, mengundang air mata dan mengingatkan pada hari kiamat”. Diriwayatkan oleh Al-Hakim (1/376).
b) Bagi Penghuni Kubur
Penghuni kubur akan mendapatkan manfaat dari ziarah kubur dengan adanya salam yang ditujukan padanya yang isinya adalah permohonan keselamatan baginya, permohonan ampunan dan rahmat baginya. Semua hal ini hanya bisa didapatkan oleh seorang muslim. (Disebutkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ahkamul Janaiz : 239).
Berkata Ibnul Qoyyim rahimahullahu ta’ala :
“Pasal : Tentang Petunjuk Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam dalam ziarah kubur : Adalah beliau shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam jika menziarahi kubur para shahabatnya beliau menziarahinya untuk mendo’akan mereka dan memintakan rahmat dan pengampunan bagi mereka. Inilah bentuk ziarah yang disunnahkan bagi ummatnya dan beliau syari’atkan untuk mereka dan memerintahkan mereka jika menziarahi kuburan untuk mengatakan :
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ لَلاَحِقُوْنَ نَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
Salam keselamatan atas penghuni rumah-rumah (kuburan) dan kaum mu’minin dan muslimin, mudah-mudahan Allah merahmati orang-orang yang terdahulu dari kita dan orang-orang yang belakangan, dan kami Insya Allah akan menyusul kalian, kami memohon kepada Allah keselamatan bagi kami dan bagi kalian”. (Disebutkan dalam Kitab Zadul Ma’ad karya Ibnul Qoyyim).

APA YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN OLEH PEZIARAH KUBUR/(TATA CARA) ZIARAH
Yang dilakukan oleh seorang peziarah adalah :
1. Memberi salam kepada penghuni kubur (muslimin) dan mendo’akan kebaikan bagi mereka. Diantara do’a yang diajarkan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam kepada ummatnya yang berziarah kubur :
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ لَلاَحِقُوْنَ نَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
Artinya : “Salam keselamatan atas penghuni rumah-rumah (kuburan) dan kaum mu’minin dan muslimin, mudah-mudahan Allah merahmati orang-orang yang terdahulu dari kita dan orang-orang yang belakangan, dan kami Insya Allah akan menyusul kalian kami memohon kepada Allah keselamatan bagi kami dan bagi kalian”.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim 975, An-Nasa`i 4/94, Ahmad 5/353, 359, 360.
اَلسَّلاَمُ عَلَى أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنِ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلاَحِقُوْنَ
“Keselamatan atas penghuni kubur dari kaum mu’minin dan muslimin mudah-mudahan Allah merahmati orang-orang terdahulu dari kita dan orang-orang belakangan dan kami Insya Allah akan menyusul kalian”.
2. Tidak berjalan di atas kuburan dengan mengenakan sandal. Hal ini berdasarkan hadits Basyir bin Khashoshiah :
بَيْنَمَا هُوَ يَمْشِيْ إِذْ حَانَتْ مِنْهُ نَظَرَةٌ فَإِذَا رَجُلٌ يَمْشِيْ بَيْنَ الْقُبُوْرِ عَلَيْهِ نَعْلاَنِ فَقَالَ يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ وَيْحَكَ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ فَنَظَرَ فَلَمَّا عَرَفَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَرَمَى بِهِمَا
“Ketika Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam sedang berjalan, tiba-tiba beliau memandang seorang laki-laki yang berjalan diantara kubur dengan mengenakan sandal, maka Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda : “Wahai pemilik (yang memakai) sandal celakalah engkau lepaskanlah sandalmu”. Maka orang itu memandang tatkala ia mengetahui Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam ia melepaskan kedua sandalnya dan melemparkannya.” Diriwayatkan oleh Abu Daud 2/72, An-Nasa`i 1/288, Ibnu Majah 1/474, Al-Hakim 1/373 dan dia berkata : “Sanadnya shohih”, dan disepakati oleh Adz-Dzahaby dan dikuatkan (diakui) oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar (Fathul Bary 3/160).
Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar : “Hadits ini menunjukkan makruhnya berjalan diantara kuburan dengan sandal” (Fathul Bary 3/160). Berkata Syaikh Al-Albany : “Hadits ini menunjukkan makruhnya berjalan di atas kuburan dengan memakai sandal. Lihat Ahkamul Janaiz 252).
3. Tidak duduk atau bersandar pada kuburan.
Hal ini berdasarkan hadits Abu Marbad radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam :

لاَ تَجْلِسُوْا عَلَى الْقُبُوْرِ وَلاَ تُصَلُّوا إِلَيْهَا
“Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan jangan melakukan shalat padanya”. Dikeluarkan oleh Imam Muslim 2/228.
Dan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda :
لَأَنْ يَجْلِسَ أَحُدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ
“Seandainya salah seorang dari kalian duduk di atas bara api hingga (bara api itu) membakar pakaiannya sampai mengenai kulitnya itu adalah lebih baik daripada dia duduk di atas kuburan”. Diriwayatkan oleh Imam Muslim.
4. Dibolehkan bagi peziarah untuk mengangkat tangannya ketika berdo’a untuk penghuni kubur, berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha : “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam keluar pada suatu malam, maka aku (‘Aisyah) mengutus Barirah untuk membuntuti kemana saja beliau (Rasulullah) pergi, maka Rasulullah mengambil jalan ke arah Baqi’ Al-Garqad kemudian beliau berdiri pada sisi yang terdekat dari Baqi’ lalu beliau mengangkat tangannya, setelah itu beliau pulang, maka kembalilah Barirah kepadaku dan mengabariku (apa yang dilihatnya). Maka pada pagi hari aku bertanya dan berkata :
Wahai Rasulullah keluar kemana engkau semalam ? Beliau berkata : “Aku diutus kepada penghuni Baqi’ untuk mendo’akan mereka. Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (6/92) dan sebelumnya oleh Imam Malik pada kitabnya (Al-Muwatho` (1/239-240)).
5. Berkata ‘Abdullah Al-Bassam : “Tidaklah pantas bagi seseorang yang berada dipekuburan, baik dia bermaksud berziarah atau hanya secara kebetulan untuk berada dalam keadaan bergembira dan senang seakan-akan dia berada pada suatu pesta, seharusnya dia ikut hanyut atau memperlihatkan perasaan ikut hanyut dihadapan keluarga mayat”. (Lihat Taudhihul Ahkam 2/564).
6. Menghadap ke kuburan ketika memberi salam kepada penghuni kubur.
Hal ini diambil dari hadits-hadits yang lalu tentang cara memberi salam pada penghuni kubur.
7. Ketika mendo’akan penghuni kubur tidak menghadap kekuburan melainkan menghadap kiblat. Sebab Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam melarang ummatnya shalat menghadap kubur dan karena do’a adalah intinya ibadah, sebagaimana sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam :
الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ
“Doa adalah ibadah”.
Diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzy (4/178,223) dan Ibnu Majah (2/428-429).


Macam-macam yang diharamkan dalam dalam Ziarah Kubur.
Hal ini telah disebutkan oleh Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al-Bassam dalam Kitab Taudhihul Ahkam (2/562-563), bahwa keadaan seorang yang berziarah ada empat jenis, yaitu :
1) Mendo’akan para penghuni kubur dengan cara memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala pengampunan dan rahmat bagi para penghuni kubur, dan memohonkan do’a khusus bagi yang dia ziarahi dan pengampunan. Mengambil pelajaran dari keadaan orang mati sehingga bisa menjadi peringatan dan nasehat baginya. Inilah bentuk ziarah yang syar’i.
2) Berdo’a kepada Allah subhanahu wa ta’ala bagi dirinya sendiri dan bagi orang-orang yang dicintainya dipekuburan atau di dekat sebuah kuburan tertentu dengan keyakinan bahwa berdo’a dipekuburan atau pada kuburan seseorang tertentu afdhal (lebih utama) dan lebih mustajab daripada berdo’a di mesjid. Dan ini adalah bid’ah munkarah, haram hukumnya.
3) Berdo’a kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan mengambil perantara jah (kedudukan) penghuni kubur atau haknya. Seperti dia berkata : “Aku memohon pada-Mu wahai Rabbku berikanlah …(sesuatu)… dengan jah (kedudukan) penghuni kuburan ini atau dengan haknya terhadap-Mu, atau dengan kedudukannya disisi-Mu” ; atau yang semisalnya. Dan ini adalah bid’ah muharramah dan haram hukumnya, sebab perbuatan tersebut adalah sarana/jalan yang mengantar kepada kesyirikan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
4) Tidak berdo’a kepada Allah subhanahu wa ta’ala melainkan berdo’a kepada para penghuni kubur atau kepada penghuni kubur tertentu, seperti dia berkata : Wahai wali Allah, Wahai Nabi Allah, Wahai tuanku, cukupilah aku atau berilah aku…(sesuatu)…dan semisalnya. Dan ini adalah syirik Akbar (besar).
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu ta’ala dalam kitabnya Ar-Raddu ‘Alal Bakry hal.56-57, ketika menyebutkan tingkatan bid’ah yang berhubungan dengan ziarah kubur, kata beliau : “Bid’ahnya bertingkat-tingkat :
Tingkatan Pertama (yang paling jauh dari syari’at) : Dia (penziarah) meminta hajatnya pada mayat atau dia beristighotsah (meminta tolong ketika terjepit/susah) padanya sebagaimana dilakukan oleh kebanyakan orang terhadap kebanyakan penghuni kubur. Dan ini adalah termasuk jenis peribadatan kepada berhala.
Tingkatan kedua : Dia (penziarah) meyakini bahwa berdo’a disisi kuburnya mustajab atau bahwa do’a tersebut afdhal (lebih baik) daripada berdo’a di mesjid-mesjid dan di rumah-rumah. Dan dia maksudkan ziarah kuburnya untuk hal itu (berdo’a di sisi kuburan), atau untuk shalat disisinya atau untuk tujuan meminta hajat-hajatnya padanya. Dan ini juga termasuk kemungkaran-kemungkaran yang baru berdasarkan kesepakatan imam-imam kaum muslimin. Dan ziarah tersebut haram. Dan saya tidak mengetahui adanya pertentangan pendapat dikalangan imam-imam agama ini tentang masalah ini.
Tingkatan ketiga : Dia (penziarah) meminta kepada penghuni kubur agar memintakan (hajat) baginya kepada Allah. Dan ini adalah bid’ah berdasarkan kesepakatan para imam-imam kaum muslimin.
HAL-HAL YANG DIHARAMKAN DALAM ZIARAH KUBUR
(Bid’ah-bid’ah Ziarah Kubur)
1. Kesyirikan.
Syirik Akbar (besar) sering terjadi dan dilakukan oleh sebagian orang di kuburan. Batasan syirik besar (Asy-Syirkul Akbar) itu sendiri adalah jika seseorang memalingkan satu jenis atau satu bentuk dari jenis-jenis/bentuk-bentuk ibadah kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala. Segala i’tiqod (keyakinan), atau perkataan atau perbuatan yang telah tsabit (kuat) bahwa itu adalah diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, maka memalingkannya kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala adalah kesyirikan dan kekufuran. (Lihat : Al-Qaul As-Sadid Syarh kitab At-Tauhid karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy hal 48).
Syirik Akbar (besar) yang mungkin sering terjadi dikuburan adalah :
- menyembelih untuk penghuni kubur,
- menunaikan nadzar kepadanya,
- memberikan persembahan kepada penghuni kubur yang disertai dengan keyakinan dan
perasaan cinta dan atau berharap dan atau takut terhadap penghuni kubur,
- bertawakkal kepadanya,
- berdo’a kepadanya,
- meminta pertolongan untuk mendapatkan kebaikan (Isti’anah) atau untuk lepas dari
kesulitan (istighotsah) pada penghuni kubur,
- thawaf pada kuburan,
- dan ibadah lainnya yang ditujukan untuk penghuni kubur.
Semua hal tersebut di atas adalah syirik besar dan mengakibatkan batalnya seluruh amalan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman ; setelah menyebutkan tentang para nabi dan rasul-Nya :
ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan”.(Q.S. Al-An’am : 88).
Tidak ada seorangpun yang beramal seperti amalannya para nabi dan rasul, sebab merekalah orang-orang yang paling tahu tentang Allah dan paling taqwa kepada-Nya, tetapi Allah subhanahu wa ta’ala tetap menyatakan bahwa seandainya mereka berbuat kesyirikan maka akan sirna/lenyap semua apa yang mereka kerjakan. Seperti juga firman Allah subhanahu wa ta’ala yang lainnya :
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu : “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”. (Q.S. Az-Zumar : 65-66).
Dan ayat-ayat di atas menggambarkan tentang begitu berbahayanya syirik tersebut dan begitu sesatnya manusia jika terjatuh ke dalam kesyirikan tersebut. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (Q.S. An-Nisa : 48)
dan firman Allah subhanahu wa ta’ala :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”. (Q.S. An-Nisa : 116).
dan firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar””. (Q.S. Luqman : 13).
2. Duduk di atas kuburan, sebagaimana penjelasan yang lalu dalam tata cara ziarah kubur.
3. Shalat menghadap kuburan,
Point 2 dan 3 berdasarkan sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam :
لاَ تُصَلُّوْا إِلَى الْقُبُوْرِ وَلاَ تَجْلِسُوْا عَلَيْهَا
“Janganlah kalian shalat menghadap kuburan dan jangan pula kalian duduk di atasnya”.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim 3/62 dari hadits Abi Martsad Al-Ghanawy.
4. Shalat dikuburan, meskipun tidak menghadap padanya, berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudry :
الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ
“Bumi ini semuanya adalah mesjid (tempat shalat) kecuali pekuburan dan kamar mandi”. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzy no.317, Ibnu Majah 1/246 no.745, Ibnu Hibban 8/92 no.2321.
Dan hadits Anas bin Malik :
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ عَنِ الصَّلاَةِ بَيْنَ الْقُبُوْرِ
“Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam melarang dari shalat diantara kuburan”. Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban 4/596 no.1698.
Dan Hadits Ibnu ‘Umar :
اِجْعَلُوْا فِيْ بُيُوْتِكُمْ مِنْ صَلاَتِكُمْ وَلاَ تَتَّخِذُوْهَا قُبُوْرًا
“Lakukanlah di rumah-rumah kalian sebagian dari shalat-shalat kalian dan janganlah menjadikannya sebagai kuburan”. H.R. Bukhary no.422.
Maksudnya bahwa kuburan tidaklah boleh dijadikan tempat shalat sebagaimana rumah yang dianjurkan untuk dilakukan sebagian shalat padanya (shalat-shalat sunnah bagi laki-laki).
Dan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda :
لاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِيْ تَقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ.
“Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai pekuburan, sesungguhnya syaithan akan lari dari rumah yang dibacakan padanya surah Al-Baqarah”. Diriwayatkan oleh Imam Muslim no.780.
5. Menjadikan kuburan sebagai tempat peringatan, dikunjungi pada waktu-waktu tertentu dan pada musim-musim tertentu untuk beribadah disisinya atau untuk selainnya.
Berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda :
لاَ تَتَّخِذُوْا قَبْرِيْ عِيْدًا وَلاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْراً وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَصَلُّوْا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِيْ
“Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat peringatan dan janganlah menjadikan rumah kalian sebagai kuburan dan dimanapun kalian berada bersholawatlah kepadaku sebab sholawat kalian akan sampai kepadaku”. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad 2/367, Abu Daud no.2042. (Lihat : Kitab Ahkamul Jana`iz dan kitab Min Bida’il Qubur).
6. Melakukan perjalanan (bersafar) dengan maksud hanya untuk berziarah kubur.
Berdasarkan hadits :
v Hadits Abu Hurairah dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam :
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى. أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيْ وَمُسْلِمٌ وَلَفْظُهُ ” إِنَّمَا يُسَافَرَ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْكَعْبَةِ وَمَسْجِدِيْ وَمَسْجِدِ إِيْلِيَاءَ.
“Tidaklah (boleh) dilakukan perjalanan (untuk ibadah) kecuali kepada tiga mesjid : Al-Masjidil Haram dan Masjid Ar-Rasul dan Masjid Al-Aqsho”. Dikeluarkan oleh Imam Bukhary dan Muslim dengan lafazh “safar itu hanyalah kepada tiga mesjid (yaitu) Masjid Al-Ka’bah dan Mesjidku dan Masjid Iliya`”.
v Hadits Abu Sa’id Al-Khudry dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam :
لاَ تُشَدُّ وَفِيْ لَفْظٍ : لاَ تَشُدًّوْا الرِّحَالَ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِيْ هَذَا وَمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقُصَى. أَخْرَجَهُ الشَّيْخَانِ وَاللَّفْظُ الْآخَرُ لِمُسْلِمٍ.
Artinya : “Tidaklah (boleh) dilakukan perjalanan -dan dalam sebuah riwayat : janganlah kalian melakukan perjalanan- (untuk ibadah) kecuali kepada tiga mesjid : Mesjidku (Mesjid Nabawy), Masjidil Haram dan Masjid Al-Aqsho”. Muttafaqun ‘alaihi.
7. Menyalakan lampu (pelita) pada kuburan.
Karena perbuatan tersebut adalah bid’ah yang tidak pernah dikenal oleh para salafus sholeh, dan hal itu merupakan pemborosan harta dan karena perbuatan tersebut menyerupai Majusi (para penyembah api). Lihat : Kitab Ahkamul Jana`iz hal. 294.
8. Membaca Al-Qur`an dikuburan.
Membaca Al-Qur`an dipekuburan adalah suatu bid’ah dan bukanlah petunjuk Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam. Bahkan petunjuk (sunnah) Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam adalah berziarah dan mendo’akan mereka, bukan membaca Al-Qur`an.
Dan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda :
لاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِيْ تُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ.
“Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai pekuburan, sesungguhnya syaithan akan lari dari rumah yang dibacakan padanya surah Al-Baqarah”. Diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 780.
Pada hadits ini terkandung pengertian bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam memerintahkan ummatnya agar membaca Al-Qur`an di rumah-rumah mereka (menjadikan rumah-rumah mereka sebagai salah satu tempat membaca Al-Qur`an), kemudian beliau menjelaskan hikmahnya, yaitu bahwa syaithan akan lari dari rumah-rumah mereka jika dibacakan surah Al-Baqarah.
Dan sebelumnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam telah melarang untuk menjadikan rumah-rumah mereka sebagai kuburan yang dihubungkan dengan hikmah (illat tersebut), maka mafhum (dipahami) dari hadits di atas adalah bahwa kuburan bukanlah tempat yang disyari’atkan untuk membaca Al-Qur`an, bahkan tidak boleh membaca Al-Qur`an padanya.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : “Para ulama telah menukil dari Imam Ahmad tentang makruhnya membaca Al-Qur`an dikuburan dan ini adalah pendapat jumhur As-Salaf dan para shahabatnya (Ahmad) yang terdahulu juga di atas pendapat ini, dan tidak ada seorangpun dari ‘ulama yang diperhitungkan mengatakan bahwa membaca Al-Qur`an dikuburan afdhal (lebih baik). Dan menyimpan mashohif (kitab-kitab Al-Qur`an) dikuburan adalah bid’ah meskipun untuk dibaca… dan membacakan Al-Qur`an bagi mayat adalah bid’ah”. Lihat Min Bida’il Qubur hal.59.
9. Mengeraskan suara di kuburan.
Berkata Qais bin Abbad : “Adalah shahabat-shahabat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam menyukai merendahkan suara dalam tiga perkara : dalam penerangan, ketika membaca Al-Qur`an dan ketika di dekat jenazah-jenazah. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no.11201. Lihat Min Bida’il Qubur hal.88.
Catatan:
Untuk no.10 dan seterusnya akan disebutkan saja bentuk bid’ahnya dengan menunjuk rujukannya kalau ada, adapun yang tidak disebutkan rujukannya maka ia masuk ke dalam umumnya perkara-perkara yang bid’ah karena tidak dicontohkan oleh Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam maupun para shahabatnya walaupun sebab untuk melakukannya ada. Hal ini dilakukan agar tulisan ini tidak menjadi terlalu panjang. Wallahul Musta’an.
10. Memasang payung. Lihat Min Bida’il Qubur hal 93-94.
11. Menanaminya dengan pohon dan kembang.
12. Menyiraminya dengan air
13. Menaburkan kembang padanya.
14. Berziarah kubur setelah hari ke-3 dari kematian dan berziarah pada setiap akhir pekan kemudian pada hari ke-15, kemudian pada hari ke-40 dan sebagian orang hanya melakukannya pada hari ke-15 dan hari ke-40 saja. (Kitab Ahkamul Jana`iz).
15. Menziarahi kuburan kedua orang tua setiap hari jum’at (kitab Ahkamul Jana`iz).
16. Keyakinan sebagian orang yang menyatakan bahwa : mayat jika tidak diziarahi pada malam jum’at maka dia akan tinggal dengan hati yang hancur diantara mayat-mayat lainnya dan bahwa mayat itu dapat melihat orang-orang yang menziarahi begitu mereka keluar dari batas kota. (Al-Madkhal 3/277).
17. Mengkhususkan ziarah kubur pada hari ‘Asyura`. (Al-Madkhal 1/290).
18. Mengkhususkan ziarah pada malam nisfu sya’ban (Al-Madkhal 1/310, Talbis Iblis hal.429).
19. Bepergian ke pekuburan pada 2 hari raya ‘Ied (‘Iedhul Fithri dan ‘Iedhul Adha). (Ahkamul Jana`iz hal.325).
20. Bepergian kepekuburan pada bulan-bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan (Ahkamul Jana`iz hal.325).
21. Mengkhususkan berziarah kubur pada hari senin dan kamis (Kitab Ahkamul Jana`iz hal.325).
22. Berdiri dan diam sejenak dengan sangat khusyu’ di depan pintu pekuburan seakan-akan meminta izin untuk masuk, kemudian setelah itu baru masuk ke pekuburan (Ahkamul Jana`iz hal.325).
23. Berdiri di depan kubur sambil meletakkan kedua tangan seperti seorang yang sedang shalat, kemudian duduk disebelahnya (Ahkamul Jana`iz hal.325).
24. Melakukan tayammum untuk berziarah kubur (Kitab Ahkamul Jana`iz hal.325).
25. Membacakan surah Al-Fatihah untuk para mayit. (kitab Ahkamul Jana`iz 325).
26. Membaca do’a :
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِحُرْمَةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ أَنْ لاَ تُعَذِّبَ هَذَا الْمَيِّتَ
“Ya Allah aku meminta kepada-MU dengan (perantara) kehormatan Muhammad shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam agar Engkau tidak menyiksa mayat ini”. (Ahkamul Jana`iz hal.326).
27. Menamakan ziarah terhadap kuburan tertentu sebagai haji. (Ahkamul Jana`iz).
28. Mengirimkan salam kepada para Nabi melalui orang yang menziarahi kuburan mereka. (Lihat : Kitab Ahkamul Jana`iz hal.327).
29. Mengirimkan surat dan foto-foto kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam lewat orang yang berziarah ke Mesjid Nabawy. Dan hal ini sering terjadi/dialami.
30. Berziarah kekuburan pahlawan tak dikenal. (Ahkamul Jana`iz 327).
31. Perkataan bahwa do’a akan mustajab jika dilakukan di dekat orang-orang sholeh. (Ahkamul Jana`iz).
32. Memukul beduk, gendang dan menari disisi kuburan Al-Khalil Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dalam rangka pendekatan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala (Al-Madkhal 4/246).
33. Meletakkan mushaf dikuburan bagi orang-orang yang bermaksud membaca Al-Qur`an. (Al-Fatawa 1/174).
34. Melemparkan sapu tangan dan pakaian ke kuburan dengan tujuan tabarruk (mencari berkah). (Al-Madkhal 1/263).
35. Berlama-lamanya seorang wanita pada sebuah kuburan dan menggosok-gosokkan kemaluannya pada kuburan dengan tujuan supaya ia bisa hamil. (Ahkamul Jana`iz hal.330).
36. Mengusap-usap kuburan dan menciumnya. (Iqtidha` Ash-Shirathal Mustaqim karya Ibnu Taimiyah, Al-I’tishom karya Asy-Syathiby).
37. Menempelkan perut dan punggung atau sesuatu dari anggota badan pada tembok kuburan (Ziyaratul Qubur wal Istinjad bil Maqbur ; Ibnu Taimiyah hal.54).
38. Berziarah kekubur para nabi dan orang-orang sholeh dengan maksud untuk berdo’a disisi kuburan mereka dengan harapan terkabulnya do’a tersebut. (Ar-Raddu ‘Alal Bakry hal.27-57).
39. Keluar dari kuburan (pekuburan) yang diagungkan dengan cara berjalan mundur. (Al-Madkhal 4/238).
40. Berdiri yang lama dihadapan kuburan Nabi untuk mendo’akan dirinya sendiri sambil menghadap ke kuburan. (Ar-Raddu ‘alal Bakry / Ahkamul Jana`iz hal.335).
Dan masih banyak lagi bentuk-bentuk amalan/perbuatan yang dilakukan ketika berziarah kubur yang menyelisihi cara berziarah yang syar’i yang mana semua bentuk-bentuk tersebut adalah bid’ah di dalam agama ini yang telah dinyatakan oleh nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bahwa setiap bid’ah adalah sesat dan setiap yang sesat tempatnya di neraka. Na’udzu billahi minha. Wallahu Ta’ala A’lam Bishshowab.